Hari Natal
bagiku spesial, meski banyak orang seagamaku terus-terusan berdebat tentang
hal ini. Aku tidak ikut-ikutan. Sungguh.
Di hari Natal
aku banyak berdo’a bahkan shalatku tak seperti hari-hari biasanya. Lebih khusyuk,
yah... mungkin itulah namanya.
Hari Natal bagiku, seakan melihat
masa bahagiaku sewaktu kecil bersama ibu dan ayah. Aku merasa ada ibu yang memegang tangan
kiriku dan ayah memegang tangan kananku sambil berjalan di pasar malam. Ketika aku menaiki kuda-kuda, mereka melihatku sambil
tersenyum sesekali melihat wajah satu sama lain.
saat aku berlari mencari
permainan baru, tersungkurlah tubuh kecilku yang sangat gesit ini, ayah langsung menggendongku “duh anakku jangan
nangis yah.. kita main robot-robot aja” aku tersenyum lalu tepuk tangan sambil
memperlihatkan gigiku yang habis dimakan ulat. Aku seperti putri di sebuah
kerajaan antah barantah Yang hidup bahagia. Tak
ada beban apa pun. Oh sungguh hari Natal membawaku ke dunia fantasi anak-anak. Aku sangat
bahagia. Masih melihat ibu dan ayah saling bertatapan mesra dan yakin bahagia
selamanya. Yah... itu hari Natal ke-4 dalam hidupku ada di pangkuan mereka.
Setelah itu, berubahah dunia menjadi dunia dongeng. Menanti sang raja membawa
obat penawar agar ratu terbangun dari sakitnya. Oh... oh.. oh... lupakan!!! Itu
dunia fantasiku saja.
Hari Natal
dalam hidupku adalah moment terindah yang tak bisa kulukis memakai kanvas semahal
apa pun. Hari dimana aku merasa paling disayang banyak orang, aku orang yang
paling spesial
di antara orang-orang di dunia ini. Yah... dunia.
Hari Natal tidak bisa tergantikan dengan
hari-hari biasa. Karena hari ini awal untukku mengukir kisah hidup baru yang
lebih dahsyat lagi dan menerima amanah lebih berat lagi. sebuah momnent yang
memberiku pertanyaan “seberapa banyak hal yang telah kamu lakukan hingga hari
ini?”. Aku sadar, tak pantas tersenyum
menjawab pertanyaan ini, karena tak satu pun hal luar biasa yang pernah
kulakukan. Dengan wajah sedikit menunduk aku menjawab “Insya Allah setelah hari
ini” ini adalah jawabanku tiap hari Natal
tiba.
Menuju
hari hari Natal, aku selalu bersiap-siap. Menunggu di bawah jam dinding
memastikan jarum panjangnya melewati angka 12 untuk menuju tanggal 25 desember.
Ini kulakukan sejak ayah dan ibu tak pernah lagi terlihat bersama setelah Natal
yang ke 4. Saat melihat jarum jam melewati angkan 12, gemuruh di dadaku
meledak. Cahaya membias dari langit menerangi wajahku saja. Hanya wajahku. Aku
bagai ratu yang terbang bahagia memakai sayap yang dipinjamkan bidadari. Aku
merasa berdansa bersama pangeran. Memakai baju ala kerajaan dongeng. Rambut
yang terurai panjang dan sangat cantik. Seperti barbie.
Kenapa
aku sangat bahagia? Karena seluruh dunia bahagia menyambut hari ini. Hari
di mana aku dilahirkan dari rahim seorang wanita bugis. Yah... benar, 25
desember aku ulang tahun. Ulang tahun yang tak pernah keluargaku ingat. Karena
bagi mereka ini bukanlah hal penting. Katanya kita bukan orang kota yang
merayakan hal seperti ini. Dan memang itu benar. Aku juga sepakat. Namun, tak bisa kupungkiri aku bahagia dengan
kebahagiaan orang di seluruh dunia terutama umat Kristiani dengan datangnya
tanggal 25 desember. Aku merasa ini adalah acara ulang tahunku yang dimeriakan
semua manusia. Tepuk tangan manusia seakan memberiku kekuatan bahwa “jadilah
orang yang lebih baik lagi diumurmu kali ini” meski semuanya hanya “bagaikan”.
Tuhan...
terima kasih atas semua kebaikanmu. Aku bahagia menjadi hambamu. Aku bahagia
dengan semua yang kau berikan. Aku bahagia dengan cintamu. Aku bahagia dengan
hidupku. Aku bahagia. Aku bahagia, aku bahagia. Aku bahagia dengan air mata
yang tak bisa kering ini.
Umurku
bukan lagi anak belasan tahun, dosa telah dibeban padaku seutuhnya. Pilihan
telah orang tua serahkan sepenuhnya. Mereka tak lagi bertanya “siapa yang
menggodamu. Sini saya patahkan lehernya” tetapi “siapa yang menggodamu?
Kuatkanlah imanmu karena nafsu terus bertahta dalam hati manusia yang menjalin
cinta”. Yah...... ternyata aku sudah besar, tak boleh lagi bercanda sambil
menarik tangan teman lelakiku lalu meletakkan di kepalaku dan berujar “jaga aku
selamanya ya” ini permainan
nikah-nikahan waktu masih kecil. Aku masih ingat. Nama temanku itu........
ah... sudah lupa ternyata. Tapi sekarang pasti sudah besar.
Alhamdulillah, syukurku padamu Tuhan yang telah menjadikanku salah satu dari
hambamu yang beragama Islam hingga hari ini. Terimah kasih atas umur yang masih
kau pinjamkan padaku. Umur yang akan memberiku kekuatan agar kuat menopang
ujian esok hari yang lebih luar biasa.
Jogja
25 desember 2013