25 Agustus 2013....
25 agustus yang lalu aku duduk bersamanya di pelaminan luar biasa. Seperti pengantin baru yang lainnya, setelah duduk di pelaminan bak ratu sejagat yang disoroti ribuan mata dan camera untuk mengabadikan moment indah itu, kami pun mengisi waktu dengan berbulan madu di hotel berbintang. Sungguh baru kali ini kurasakan menjadi orang kaya. Itu semua karena suamiku. Suamiku sangat kaya. 12 mobil pribadi, rumah yang mirip istana dan apartemen yang biasanya selera artis papan atas. Wah….sungguh aku betul-betul jadi orang kaya. Cita-cita dan harapan semasa kecil semuanya sudah tercapai. Mungkin dari rekan-rekan kaget. Saat membaca tulisan ini. Aku pun sebenarnya kaget kenapa harus menikah diusia mudah. Ah…..inilah hidupku untuk kebahagiaan orang tua.
Malam itu saat berjalan menuju restoran untuk dinner, duduk bersampingan diatas mobil. Suamiku bertanya.
“Mau belanja apa?” katanya ala orang kaya
“Apa yah…” belum sampai pikiran pada benda yang kuinginkan, dia pun membuka dompet dan memberikan semua ATMnya. Kalau tidak salah malam itu dia memberikan 20 ATM Gald. Wow..seumur-umur aku ATM lokal. Itu pun hanya untuk dikirimi uang.
Tapi satu yang membuatku aneh, mengapa hingga tulisan ini sudah berada di akhir cerita ada sesuatu yang tak pernah kukatakan “AKU BAHAGIA” yah…inilah yang membuatku menangis. Ternyata aku tidak bahagia. Di tambah lagi orang tuaku bertanya “Bahagia jeki nak (apakah kamu bahagia)?” sejenak badanku seperti lumpuh. Aku seperti orang bodoh yang mengambil keputusan tanpa berfikir searif mungkin. Aku menangis. Yah…menangis sejadi-jadinya. Mana mungkin aku bisa menikah dengan laki-laki yang umurnya 40 tahun dariku. Apa gunanya aku sekolah 7 tahun di pesantren dan kuliah jauh jika yang terjadi adalah menikah yang berbuah kesengsaraan. “meski suami membalutiku dengan emas tak akan bisa membuatku suka padanya. Yah..Allah siapa yang dapat membantuku” rontahku.
Sebuah malam yang kutakutkan tiba, di kamar yang mewah dengan warna lampu yang romantis. Tapi tak berlaku untukku. Semuanya kacau. Mungkin inilah balasan atas niat yang tak baik. Niat menikah bukan karna Allah. Melainkan dendam kepada orang-orang yang selalu mengatakan aku tak dapat berbakti. Suami membuatku paranoit. Tiap gerakan badannya membuatku bertanya “Mau apa orang tua ini?” ujarku seraya mengambil jarak. ah…aku takut. Allah…ibu…tolong aku. Aku seperti ada di dekat harimau. Saat dia mendekatiku dan menyapa “Sayang…..” aku terdiam lalu meminta izin untuk ke kamar mandi. Diapun mempersilahkan. Di kamar mandi itu aku berfikir “apa yang harus kulakukan, ih…aku jijik" panikku.
Kenapa hatiku selalu mengingat si R saat ia mendekat."Ih….dia bau tanah sama bunga pula (bunga untuk kuburan)” segera kurabah kantong rokku mengambil ponsel untuk menelpon Rahman, laki-laki yang kusuka dan menyukaiku dulu. Namun, bibirku bergetar saat mendengar suaranya. Aku berfikir “Emangnya orang peduli saat aku mengadu kalau seorang laki-laki ingin menyentuhku sedang dia suamiku” ah…badanku lemas. Dengan berusaha bangkit dan menghapus air mata kubuka pintu kamar mandi. Ah….ternyata kakek itu sudah menungguku kemudian melempar senyum sambil menampakkan wajah yang gemes padaku. Aku seperti afika yang ngetren dipanggil “Afiiiiiiiiiiiiiiiiika” tapi kali ini dia memanggilku dengan versi “Tennnnnnnnnnnnnnnnri” oh…aku mau mati rasanya. Serius…siapa yang bisa menolongku. Badanku terasa berat bak memikul satu ton batu bara. Kupegang dinding kamar sembari berjalan mendekatinya. Saat tangannya ingin memegang rambutku, tanpa terasa aku jatuh dan menangis sekencang-kencangnya. Dia panik “Kenapa, kamu sakit, sini" dia memegang tanganku. Segera kutarik tanganku lalu menatapnya. “Aku mau minta cerai” kataku dalam hati dengan mata berbinar. tapi setelah cerai aku menjadi janda dan tak mungkin orang yang aku suka mau mendapatkan janda. Tapi lagi pula jika aku bertahan, sampai kapan wajah suamiku akan kusembunyi. Belum lagi teman-teman akan bertanya “Suamimu yang mana?” kataku dalam bisu.Oh….tidak. aku betul-betul menderita. dengan spontan aku berkata “Aku mau cerai”. Suamiku tersenyum lalu memegang tanganku dan menciumnya. “Ih…..tidak” rontahku dalam hati. “kenapa kamu bilang seperti itu sayang?” oeee…aku pengen muntah mendengarnya. Segera kulepaskan tangannya lalu mengambil pakaian di lemari. Dia semakin tersenyum melihat tingkahku “Kamu itu betul-betul masih keanak-anakan. Baru hal seperti ini sudah mau pergi. Sini dekat sama aku” rayunya. Keringatku mulai bercucuran. Ibu aku taku.
Setelah kesabarannya habis, barulah dia memaksaku terang-terangan. Aku mundur selangkah demi selangkah. Aku tak menyerah untuk mencegahnya. Kusambar benda yang menurutku jitu yaitu gunting. Tapi ternyata dia malah tertawa dan berkata “Guntingnya disimpan. Malam seperti ini ga usah menjahit” aku makin naik pitan. Dia memelukku.”Sorrrrrrttttttttt” kutusuk perutnya dengan gunting itu hingga darahnya mengenaiku. Aku panik dan akhirnya meninggal dia tergeletak.
Di perjalanan aku seperti orang gila. Di benakku hanya ada kantor polisi dan neraka. Seperti yang lainnya setelah kurasa putus asa. Aku putuskan untuk bunuh diri. dan sekarang aku sedang berada di sebuah jembatan. Kulihat air dan batu yang ada di bawah jembatan sedang menungguku untuk lompat. “Ah….” aKu menarik nafas dalam-dalam. Aku sudah merasa kotor. Tak pantas hidup di dunia dan harapan orang tua pun semuanya hancur hanya karena menikah. Aku bukan lagi perhiasan wanita sebagaimana sabda Baginda Rasulullah tetapi sudah menjadi sampah dunia. Setelah memejamkan mata dan menjatuhkan badan semuanya hilang. tak ada lagi yang kurasakan selain gelap. “Berrrrrrrrrrr” bunyi alarem mengagetkanku dengan jarum pendek mengarah ke 03.00 menandakan tanggal 25 sudah masuk. Huffft segera kubangkit dari pembaringan “Ternyata semua MIMPI”. Setelah shalat tahajjud kutunaikan, aku merenung sejenak tentang mimpi yang sedang kualami. Semuanya seperti nyata. Aku kembali bersujud dan berharap Allah memafkan dosaku. Dosa jika selama ini melewati hari,bulan dan tahun niat dalam dada bukanlah ikhlas karenanya. sedang Rasulullah menyuruh kita kaumnya untuk menggunakan kesabaran dan keihlasan dalam setiap peristiwa.
0 komentar:
Posting Komentar