Udara
di luar sana dingin sekali, sisa-sisa hujan semalam masih ada di atas atap-atap
rumah. Sesekali jatuh, melantukan nada-nada indah.
Pagi
ini, cuaca sedikit mendung, sudah pukul 07.00 namun masih seperti 06.30. serasa
ingin melengkungkan badan saja seraya mimpi indah. Tapi pesan yang kubawa dari
kampung, bahwa anak gadis tidak boleh tidur pagi masih kuat melarangku menikmati
indahnya pagi itu dengan lelap.
Kuraih
notebook hijau yang setia menemaniku, mendengar semua ceritaku. Pagi ini aku
membuat catatn pendek. Saat khayalku ingin kurangkai, tiba-tiba ponselku yang
berwarna hitam dan agak sedikit tua berdering keras, nyaris membuat jantungku tegang,
semalam lupa menyetel volemenya bela, mungkin ini yang dinamakan terkejut tingkat sultan agung. Ya,... aku mendapat
telpon dari seorang wanita, dia wanita yang selalu ingin mengetahui keadaanku.
Apa saja yang kulakukan pasti ia ingin tahu. Mulai dari kegiatan kampus, apa
yang saya tulis, teman-temanku,. Kudapatkan juga cerita kalau tentanggaku yang
bulan lalu ada masalah sehingga tak bisa lanjut kuliah, berhasil lulus SNMPTN
undangan di salah satu universitas besar di Makassar. Senang rasanya mendengar
berita itu. tak berapa lama mama melanjutkan ke topik lain.
Aku
asyik mendengarkannya bercerita dan sesekali diselingi pertanyaan itu, itu tu
yang membuatku keki “sudah adami pacarta?” waduh... aku sedikit menelan ludah
lalu menjawab “mana bisa orang pacaran kalau masih belum ada kerjanya?”
mendengar jawabanku, mamaku berujar “Bila saja aku tahu jodohmu, maka akan
kusuruh lelaki itu menjagamu seperti ibu menjagamu. Tiap malam, tiap detik,
harapanku hanya ada padamu” aku mulai tersentuh. Padahal rencananya saya tidak
ingin memikirkan apa-apa yang bisa membuat kepalaku berat.
Sejak
kecil saya tidak suka membahas hal seperti ini pada mama. Entah mengapa, aku
tak bisa merangkai kalimat untuk
membahas masalah cinta. Yah.. aku tahu mungkin karena sampai sekarang aku belum
desawa. Itu yang paling tepat untuk menebak hal sepele seperti ini.
#_#
Tiba-tiba
suara ibu berubah, ternyata dia rindu jadi menanyakan hal seperti ini. Aku
mencoba menoleh keluar jendela, untuk menenangkan hati.
“Tidak
lama lagi saya pulang. Wassalam” aku menutup tanpa menunggu respon. Karena aku
tidak suka air mata...
^_* maaf.... mama.. mungkin aku harus mendaki
gunung dulu, lalu melambaikan bendera sebagai bukti sukses dengan usaha. Lalu
pulang dengan menggandeng tangan orang yang akan menjagaku seperti do’a-do’a
yang kau panjatkan di setiap sujudmu.
0 komentar:
Posting Komentar