Anugrah itu wahyu Pagi yang dingin, hujan dari tadi malam tak ingin redah. Ingin rasanya duduk melengkung memeluk guling sambil menikmati secangkir susu hangat. Tapi, itu hanya keinginan kosong. Karena di kantor setumpuk file menunggunya. Setelah berpakain, segera ditancap gas. Seperti biasanya setelah sampai di kantor, semua orang selalu menyapanya dengan nama “ralat” ratu telat. katanya karena selalu terlambat. Pagi itu hingga pukul 13.00 Rabitha tidak pernah berhenti bekerja. Jam istirahatpun ia abaikan. Karena file harus selesai sebelum esok hari. Tapi, alhamdulillah tukang bakso yang menjual di samping kantor yang sudah menjadi langganannya datang membawakan semangkok bakso. “mas, kok datang disini” tanyanya heran “karena tumben mbak tidak datang ke warung. Jadi saya kesini” katanya tersenyum. Setelah makan bakso dan meminum teh manis. Badannya terasa kuat kembali. Waktunya melanjutkan pekerjaan. Tidak begitu lama Mas bakso datang lagi “maaf mbak saya datang lagi” “mas, kenapa datang biar saya saja yang mengembalikan mangkoknya”. Kata rabitha kasian. “tidak apa-apa kok mbak” meraih mangkoknya kemudian meninggalkan ruangan Baru tiga bulan, mas bakso itu menjual di damping kantor. Tapi, rabitha dengannya sangat akrab. Tiap kali dia makan di warungnya, dia selalu bercanda. Kadang teman-teman menegurnya karena selalu meledek mas itu. masih teringat pernah suatu hari mas menegurnya saat melihat beberapa helai rambut yang terlihat di diwajah rabitha. “maaf mbak. Sehelai rambut saja akan dipertanggung jawabkan di akhirat” katanya sambil meletakkan bakso di atas meja. “astagfirullah, aku tidak sengaja mas” meresponnya. Lalu mencoba memperbaiki jilbabnya. Kadang rabitha berfikir, mas ini sangat luar biasa. Dia tukang bakso tapi jika di lihat dari sosoknya dia sangat berbeda dengan mas-mas lainnya. Kadang jika bertemu dengannya rabitha jadi muslimah abal-abalan. Saking akrabnya. Tapi, hingga detik ini rabitha belum mengetahui siapa nama mas itu. *** Suatu hari..... Dalam rangka ulang tahun kantor rabitha, semua kariyawan sibuk mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan. Dan kebetulan yang menjadi pembicara dalam pembukaan nanti adalah rabitha. Beginilah sosok rabitha yang banyak di senangi sama teman-teman karna sosoknya yang selalu ceria dan rama dengan siapa saja. Membuat teman-teman selalu mengedepankannya dalam setiap acara. Hari itu rabitha tanpak sibuk. Mulai dari mempersiapkan apa yang akan disampaikan sampai makanan yang akan dipersiapkan. Tanpa banyak berfikir rabitha memanggil mas bakso itu untuk menjadi koki pada acaranya. acarapun dimulai. Rabitha sudah berbicara di depan para karyawan dan para undangan. Tanpa dia sadari ternyata mas bakso itu diam-diam memperhatikannya. Terlihat diwajah mas bakso itu sebuah kebahagiaan. Mungkin karena bisa melihat dengan jelas wajah rabitha tanpa sedikitpun kecurigaan orang-orang. *** Malam semakin larut....... Malam itu, rabitha berdiri di balik jendela kamarnya. Ada sebuah pesan singkat yang masuk di ponselnya “ukhty, sekarang di mana?”. Rabitha heran. Tumben ada yang sms memakai nomor baru. Rabitha tidak peduli segera ia menghapus pesan itu kemudian meNon aktifkan penselnya. Keesokan harinnya..... Seperti biasanya rabitha masih sibuk dengan file-filenya sampai lupa dengan jam istirahatnya. Untuk kedua kalinya mas bakso datang membawakan semangkkok bakso dan minuman. Tapi kali ini mas bakso itu sangat berbeda dengan hari-hari biasanya. Dia sangat rapi sepertinya dari menghadiri suatu pertemuan. “mas, rapinya....” ujar rabitha meledek mas bakso itu “mbak bisa saja. Kalau begitu saya pamit”. Kata mas bakso kemudian berlalu. Tepat tanggal 05 may rabitha berumur 25 tahun. banyak kejutan yang ia dapatkan dari teman-teman. Bahkan lebih mengejutkan ada sebuah kejutan dari seseorang yang mengirim sebauh surat yang berisi.... Ketika pesonamu......... Dalam pencarian indah kutemui dirimu Jilbab dan kelembutanmu mengalihkan duniaku Sebuah harapan membuatku bertahan Di usiamu yang makin dewasa ini ... Sebuah kata ingin kuucapkan “jadilah pendamping hidupku” By: me Saat rabitha membacanya, alisnya melengkung dan tertawa sejadi-jadinya. “ya..Allah siapa yang mengirim ini?” katanya lalu melipat surat itu lalu memasukkannya kedalam tas. Beberapa hari telah berlalu rabitah masi penasaran dengan seseorang yang mengirimkan surat padanya. Seisi kantor ia tanyai tapi semuanya tidak adan yang mengiyakan bahkan ada yang mengejek “mungkin tukang bakso langgananmu” rabitha hanya tersenyum menanggapi ejekan yang menurutnya itu sangat mustahil. Seorang tukang bakso membuat surat yang begitu indah dan berani mengungkapkan perasaannya. Rabitha menepis wajah mas bakso dari khayalannya. Kemudian menuju tempat istirahatnya. Saat masuk di warung mas bakso, mata rabitha sibuk mencari mas bakso. ia Ingin bertanya tapi malu nanti teman-temannya salah paham. mengapa rabitha tidak ada selera makan. Diapun bertanya-tanya kenapa hatinya seperti itu. apakah mungkin aku ada hati dengan mas itu gumam rabitha dalam hati. “rabitha..mas kemana ya.... kok ga’ ada?” tanya sarah mulai meledek rabitha “mana aku tahu” menyembunyikan wajah malunya. *** Seminggu sudah mas bakso itu tidak ada di warungnya. Rabitha mulai resah dengan hatinya. Kenapa ada sebuah rasa ingin melihat wajahnya barang sebentar saja. “astagfirullah ada apa denganku. Mana mungkin aku punya hati dengan mas itu. Dia dan aku sangat berbeda” ujar rabitha dalam hati. Lalu memejamkan matanya di malam itu. Pagi yang cerah, dedaunan berguguran menyambut rabitha berjalan di jalan setapak di belakang rumahnya. Pagi itu rabitha tidak ke kantor. Katanya kurang enak badan jadi hanya jalan-jalan di sekitar rumah untuk menrefres badannya. Saat duduk beristirahat, ia terkejut saat melihat seseorang datang menghampirinya. Wajahnya mirip dengan mas bakso. Tapi penampilannya sunggu sangat berbeda. dia tinggi tegap dan pakaiannya sangat rapi. Di tambah kaca mata dan paduan rambut yang sedikit berdiri. Rabitha berfikir mana mungkin ini mas bakso. Lelaki itu menghampirinya. “assalamualaikum ukhty?” sapanya lembut kemudian tersenyum. “waalaikum salam. Cari siapa akhy?” tanya rabitha. “saya mencari alamat. Atas nama rabitha” “kebetulan saya rabitha akhy. Ada apa ya?” tanya rabitha mulai penasaran. “tidak. Saya hanya ingin mengenalnya saja. Dan kebetulan Allah mempertemukan kita disini”. “akhy ini ada-ada saja. Memangnya dari mana akhy tahu nama saya?” “sudahlah....pasti suatu hari ukhty akan tahu sendiri. Makasi banyak atas waktunya”kata lelaki itu kemudian berlalu meninggalkan rabitha dengan tanda tanya. *** Malam semakin larut. Hanya suara binatang malam yang menemaninya. Sebuah keraguan dan ketakutan perlahan melemahkan badannya. Sebuah harapan yang membuatnya takut menerima kenyataan. Malam itu mas bakso bersandar di kamarnya. Ia berfikir bagaimana caranya mengungkapkan perasaannya kepada rabitha. Rabitha yang banyak dikagumi para lelaki. Wanita yang selalu ceria disetiap suasana. Sudah seminggu ia tidak kewarung dengan tujuan agar ia tahu apakah rabitha punya perasaan buat seorang tukang bakso sepertinya. Apakah rabitha bisa menerima seseorang apa adanya. Malam itu mas bakso berjanji. Jika memang rabitha menolak lamarannya maka ia akan pergi dari kehidupan rabitha. Malam itu sebuah pena menjadi perantara perasaannya. Rabitha....... Dalam senandung jiwa..sebuah rasa yang tak perna sebelumnya Tutur lembut dan jilbab terjulur membuat jiwa terkoyak Ingin sampaikan cinta namun semua buatku takut Rabitha..... Lewat lembaran ini kusampai sebuah rasa Rasa yang indah bagiku... Jantungku berpacu bak kuda lepas Saat dirimu berlalu dengan senyuman Rasa ini tak ingin kunodai Namun...... Kuingin membawanya pada ridho ilahi Inginkah engkau................???????? By: mas bakso Sampai sekarang rabitha belum tahu siapa yang mengiriminya surat saat ulang tahunnya. Tapi kali ini surat yang dibuat mas bakso sudah tertulis namanya. Segera ia masukkan di dalam sebuah amplop. Siang itu saat rabitha beristirahat, ia terkejut melihat mas bakso. Wajah rabitha berseri-seri ada rasa behagia saat melihat mas bakso. “mas...kenapa baru kelihatan”? tanya rabitha “mmmm anu mbak saya ada di kampung” “oh...gitu. mas pesananku ya. Laper ni!” Saat meletakkan makanan di meja. Mas bakso menyelipkan suratnya di bawah mangkok. Sempat rabitha ingin menegurnya tapi rasa penasaran membuatnya membuka dan membaca surat itu. Setelah rabitha membaca surat ia langgasung meninggalkan tempat itu. Mas bakso memanggilnya namun rabitha tak menoleh sedikitpun. Sore yang sejuk, rabitha sedang asyik dengan laptopnya. Tiba-tiba saja seorang lelaki menghampirinya. “assalamualaikum ukhty?” “waalaikum salam” “maaf sudah mengganggu” “wah tidak apa-apa akhy. Bukankah anda yang hari yang lalu?” tanya rabitha sambil menunjuk lelaki itu. “betul sekali ukhty. Saya boleh meminta tolong”? “iya ada apa?”’ “aku ingin kau menjadi pendampingku. Aku tahu pasti kamu heran denganku. Orang yang baru datang kemudian langsung mengungkapkan perasaan. Tapi kamu harus tahu. Aku sangat mengenalmu. Jika ingin mengenalku datanglah lusa di acara bedah buku di dekat kantormu” katanya lelaki itu kemudian memberinya kartu nama dan berlalu. Dilihatnya kartu nama itu tertulis nama muhammad wahyuddin. Lc. Rabitha menoleh melihat lelaki itu hilang dari pandangannya. Rabitha heran mengapa ada lelaki seperti itu. Tiba-tiba saja ponselnya berdering. Tanpa banyak berfikir rabitha mengangkatnya. “assalamualaikum mbak” Saat mendengar namanya di panggil mbak, rabitha diam. Dia tahu bahwa ini adalah mas bakso. Dengan terbata rabitah menjawab salamnya. “mbak, apakah suratku yang kemarin membuatmu tersinggung?” tanya mas bakso lirih “tidak mas, saya hanya berfikir kenapa mas bisa mengatakan hal itu. Sedang mas tahu di kantor saya dikenal sebagai wanita yang selalu di kejar laki-laki. Mas tahu kalau teman-teman tahu tentang semua ini maka muka saya mau disimpan dimana?” kata rabitha nada marah “maaf mbak. Kalau saya ternyata lancang”!kata mas bakso gugub “kenapa mas gugub”? kata rabitha menahan tawanya “tidak mbak, saya hanya takut saja”. “mas, saya hanya bercanda. Masalah surat itu. Saya fikir dulu.” “makasi banyak mbak. Sudah menghargai perasaanku” Salam pun mengakhiri pembicaraannya. *** Hari itu setelah rabitha menyelesaikan tugas kantor, ia teringat dengan lelaki yang beberapa hari lalu memberikannya kartu nama. Sebelum ia berangkat ketempat yang di katakan lelaki itu, rabitha melihat jam dinding ternyata sudah pukul 14.00 waktu shalat duhur tinggal sedikit. Tanpa di sengaja Didalam mushallah dilihatnya mas bakso sedang tadarrus. “subehanallah” lirih rabitha kagum. rabitha langsung menunaikan shalat. Setelah salam, mas bakso masih terlihat asyik membaca al-qur’an. Pantasan waktu lewat depan warungnya dia tidak terlihat. Gumam rabitha kemudian meniggalkan mushallah itu. Saat menuju acara bedah buku tersebut. Rabitha berfikir, tumben akhir-akhir ini mas bakso sangat dingin padaku. biasanya jika ada acara-acara dekat kantor pasti dia selalu sampaikan. Tapi, kenapa dia seperti ini. apakah dia berfikir kalau saya tidak akan membalas perasaannya. Kaki rabitha terhenti sejenak kemudian kembali ke mushallah itu. Untuk mengajak mas. sesampainya di mushallah, tidak dilihatnya orang-orang. Setelah sampai di acara itu. Ternyata rabitha terlambat. Ruangan sudah di penuhi orang-orang. Rabitha ingin pulang. Namun rasa penasaran membuatnya bertahan. Rabitha berdiri di dekat pintu. Saat acara di buka terdengar nama lelaki itu di sebutkan sebagai nara sunber. rabitha terdiam. Didengarkannya dengan sesakma setiap kata yang terucap dari lelaki itu. rabitha makin mendekatkan telinganya di pintu. Rabitha mendengar Ada seseorang yang bertanya “ka’wahyu....berapa lama novel ini di buat. Dan kenapa memakai nama rabitha” “ya...saya akan menjawab. Novel ini saya buat hampir 3 bulan. Dan mengapa saya memakai nama rabitha karena saya bertemu dengan wanita bernama rabitha. Wanita itu memberiku semangat dan tantangan” Saat mendengarnya, rabitha langsung meninggalkan tempat itu. di benaknya ada suatu tanda tanya besar. Mengapa seorang wahyu yang ternyata seorang novelis dan terkenal itu mengajaknya menikah. Bahkan di novelnya tertulis nama rabitha. *** Sudah larut malam rabitha tak dapat memejamkan matanya. Dia berfikir mengapa dua orang lelaki yang sangat bedah profesi ingin meminangnya. Rabitha berfikir mas bakso adalah lelaki yang shaleh. Meski hanya bekerja sebagai tukang bakso tapi setidaknya dia akan membawanya lebih dekat pada Allah. tiga bulan rabitha mengenal mas bakso dengan sopan santun dan tutur lembutnya. “Tapi apa kata orang-orang dekatku. Tentang mas bakso.. jika aku dengan wahyu orang yang ternyata terkenal, memiliki banyak harta, Pasti orang-orang akan bangga. Tapi, dari penampilannya sepertinya dia tidak seperti mas bakso. Yang sabar dan lembut. Jika seperti ini. aku akan mengatakan pada mas bakso untuk segera meminangku sebelum wahyu itu datang pada orang tuaku. aku tak peduli lagi mas itu bekerja sebagai apa. Yang jelas aku bisa bahagia” kata rabitha kemudian mencoba memejamkan matanya. Esok harinya, setelah rabitha sampai di kantor. Ia menoleh ke warung mas bakso. Di dapatinya beberapa orang sibuk membereskan barang-barang yang ada di warung itu. rabitha mendekat kemudian bertanya “pak, kenapa warungnya di bongkar?” tanya rabitha kalut “oh..begini mbak mas yang menjual di sini sudak tidak menjual lagi” “sekarang masnya di mana”? “saya tidak tahu mbak” kata lelaki itu kemudian melanjutkan pekerjaannya. Rabitha bertarung dengan hentakan jantungnya. Kalut membias masuk kedalam kepalanya. Dia seakan menyesal terlalu lama memikirka ini semua. Rabitha segera mencari nomor ponsel mas bakso. Tapi ternyata sudah tidak aktif. sepekan sudah kejadian itu, seminggu pula rabitha tidak ke kantor. Ia merasa terpukul atas kepergian mas bakso. Rasa sukanya sepertinya sudah begitu dalam. Pagi itu di meja makan, rabitha menerimah telfon dari wahyu. “ukhty, bagai mana kabarnya kenapa tidak kekantor. Apa ukty sakit” “tidak, saya hanya ingin menenangkan diri saja dulu” “memangnya ukty kenapa” “tapi aku minta jangan marah dan ini keputusan saya” “iya, saya tidak akan marah. Saya janji” sambil tersenyum “begini sebenarnya saat kamu mengutarakan untuk meminangku, ada seseorang yang lebih dulu. Dia dan kamu sangat berbeda. dia hanya penjual bakso. tapi setalah aku fikir-fikir aku mengenalnya jauh sebelum aku mengenalmu. Namun setelah aku putuskan untuk menyuruhnya datang kerumah, ternyata dia sudah tidak ada. Pesan terakhirnyapun tak ada” “jadi, sekarang kamu bisa menerimahku?” “maafkan aku. Untuk beberapa waktu ini saya akan menunggunya dulu. Kuharap kamu bisa mengerti” Pembicaraannya pun berakhir. *** Beberapa bulan telah berlalu. Rabitha pindah bekerja di suatu perusahaan. Untuk melupan mas bakso yang pergi begitu saja. Hari itu dari pagi hujan tak mau berhenti. Kadang deras, kadang rintik-rintik yang menyebalkan. Hujan menyuruh rabitha untuk singgah sejenak duduk di persimpangan. Menanti hujan redah. Hujan memaksa rabitha mengingat mas bakso. namun dering ponsel mengagetkannya. Terlihat yang menelfon adalah wahyu. Rabitha tak ingin mengangkatnya. Beberapa panggilan tak di hiraukannya. Beberapa menit kemudian sms datang menyusul. Setelah membacanya, hujanpun mendukung. Hujan redah. Segera rabitha ke acara wahyu. Sesampainya. Rabitha di sambut oleh panitia pelaksana. Dia di beri tempat duduk yang paling depan. Rabitha heran, detak jantungnya makin berdenting saat acara di mulai. Namun mata rabitha tak pernah menatap kedepan. Tak sedikitpun pandangannya ingin ia tujukan pada wahyu. Wahyu hanya tersenyum melihat rabitha. sesekali dalam pembicaraannya ia selingi sesuatu yang dapat membuat rabitha tersenyum namun lengkungan senyum sangat susah rabita bentuk. Rabitha tersentak saat wahyu mengatakan “dalam novel ini, seorang wanita menolak pemeran utama hanya karena seorang tukang bakso” dengan spontan kepala rabita terangkat dan melihat wahyu. rabitha menatap wajah wahyu. di saksikannya senyum yang tak asing. Dari tatapan yang sayu penuh harap. Tatapan wahyu mengajaknya menangis. Wahyu yang dulu memakai kaca mata dan berpenampilan jurnalis, kini memakai pakaian yang dikenakan mas bakso. tak ada yang berbeda. Senyumnya. Tatapannya semuanya sama. Kepala rabitha kembali tertunduk dan kembali mengulang bahwa di hadapannya itu bukanlah mas bakso. mungkin hanya kepikiran dengan mas bakso jadi dia melihat wahyu seperti mas bakso. “diakhir novel ini, penulis mengungkapkan. Bahwa mas bakso sebenarnya adalah wahyu sendiri yang menyamar sebagai tukang bakso. demi mendapatkan cinta yang sebenarnya. Bukan cinta yang timbul karena kelebihan ataukah harta. Kenapa mas wahyu bisa menulis cerita yang endingnya seperti ini?” tanya salah seorang penggemar novel karangan wahyu. “karena itulah yang terjadi dalam perjalanan hidupku dalam mencari cinta”. Jawab wahyu sembari menebar senyum kepada seisi ruangan. Semua para peserta yang hadir serentak tertawa dan bertepuk tangan. *** Beberapa hari kemudian, setelah rabitha mengetahui hal itu. tak ada lagi yang di lakukannya kecuali menanti dan menanti wahyu datang kerumahnya. Namun sudah sepekan penantian itu hanya berlalu. Bisikan-bisikan syetan cinta bertarung melawan penantiannya. setelah makan malam, rabitha kembali ke kamar. Saat ingin merebahkan badannya. Tiba-tiba ada sms masuk ke ponselnya. Setelah membaca smsnya, rabitha segera menyambar jilbab panjang yang tergantung di belakang pintu kamarnya. Rabitha melihat keluarga wahyu dan keluarganya sedang asyik bercerita. “duduk di sini nak!” kata ibu menyuruhku duduk di sampingnya. “rabitha, apa kamu punya syarat sebelum ibu dan ayah memutuskan menerimah pinangan nak wahyu?” tanya ayah “saya tidak punya syarat apa-apa” kata rabitha sembari tersenyum bahagia. Acara pernikahanpun di gelar. Di acara resepsi pernikahan itu rabitha sangat bahagia. malam semakin merayap. para undangan satu persatu pulang. Saat rabitha selesai melepaskan baju dan menghapus mike upnya tidak di dapati suaminya di kamar. Mungkin karena rasa kantuk dan capek memaksa mata rabitha tertutup. Sekitar pukul 03.00 wib rabitha tersentak dari tidurnya saat melihat sosok tinggi berdiri di samping ranjang. rabitha nyaris teriak histeris namun setelah mendengar lafadz al-qur’an yang lirih barulah ia sadar bahwa itu adalah wahyu yang sedang shalat tahajjud. Selesai salam dan berdo’a. Wahyu menoleh dan berkata dengan lembut “bangunlah dulu, shalat tahajjud dan berdo’a” rabitha tersenyum dan bangkit dari kasurnya. Setelah rabitha shalat dan kembali merebahkan badannya di tatapnya wajah wahyu yang sudah tertidur. Dengan lembut rabitha berujar “ kamukah ini yang allah anugrahkan” dengan senyum yang mengembang wahyu berkata “iya, ini aku mas bakso yang kamu naksir” lalu membuka matanya. Wajah rabitha merubah menjadi merah menahan malu. Lalu mencubit wahyu dengan cubitan yang mesra dan manja. Sepertiga malan itulah menjadi saksi cinta rabitha.

0 komentar: