saya ingin melepas Hijab... andai?



          Sekarang  siapa yang tidak kenal hijab? Kalau ada yang tidak tau hijab, katain aja “dasar kampungan!!!” seperti itulah bandingan atas maraknya pesona hijab hari ini. Mulai dari hijab ala zaman Yunani, abad pertengahan hingga pos modern. Pemakainya pun mulai dari anak-anak hingga ibu-ibu. Semuanya kenal hijab. Bahkan saking kreatifnya sudah ada yang menciptakan model pocong. Ujung kain disematkan tepat di atas kepala.lucu kan? Yah, itu mungkin sebuah keunikan.saya tidak berani mengatakan ini buruk, karena mungkin saja ini adalah sebuah karya yang harus kita hargai. hehehe
          Pengertian hijab dalam kamus besar bahasa indonesia yakni dinding yg membatasi sesuatu dengan yg lain. Saya mencoba memaknai pengertian ini dengan sekuat tenaga, agar dalam pengamalannya saya tidak terjerat oleh menyalahkan orang yang tidak sesuai dengan gaya berhijab kita.
          Bukan tanpa alasan saya menulis di Blog ini setelah beberapa bulan rehat dari curhatan begundal saya. Begini ceritanya mengapa saya menulis kembali kemudian mengambil topik hijab, Kemarin di kampus saya bertemu teman di ruang tata usaha fakultas, sebuat saja namanya Rio. Dia memanggiL namaku lalu menatapku mulai dari kaki hingga kepala. Dia menutup mulutnya sambil geleng-geleng dan berucap, “kenapa penampilanmu sekarang seperti ini” belum sempat kujawab ada seorang wanita dengan hijab yang rapi nan anggun menghampiri kami “Rio, yuk ke perpustakaan” sambil menarik tas lelaki yang masih saja menatapku. Mereka kemudian pergi, sesekali Rio berbalik sambil senyum ngece. Entahlah apakah cara bercanda dia seperti itu atau memang wujud dari keterkejutannya dengan kain yang kukenakan di kepalaku.
          Dari situ saya menulis di Blogku ini, yang mungkin saja Rio akan baca atau mungkin ada orang lain yang membacanya kemudian menjadikan ini sedikit refrensi dalam menilai seseorang. Yang harus pembaca ketahui, saya tidak ingin menggurui, tapi hanya ingin berbagi.
          Tidak ada yang tahu tentang perjalanan Hijab saya, jadi mungkin saja banyak yang yang nanya “kenapa model berhijab Tenri tidak konsisten yah? Selalu berubah”  awalnya sih pertanyaan ini saya anggab hal biasa saja, tidak penting untuk dijadikan topik, tapi sampai sekarang saya merasa tidak dihargai dalam mengambil keputusan, seolah ini adalah perbuatan terburuk yang dilakukan oleh anak manusia. padahal ini hanya masalah kain.
          Oke saya cerita dari awal, saya mengenakan hijab saat duduk di kelas V SD, sekolah saya bukan sekolah Islam, hanya sekolah SD pedesaan yang sangat jauh dari kata modern. Di kelas V SD itu saya memilih memakai jibab karena saya tumbuh dengan bobot yang sangat berat sehingga terlihat sangat dewasa untuk seukuran anak SD. Saat itu niatnya biar rambutnya sudah tidak terlihat karena sudah besar. Entah dari mana saya dapat pemikiran seperti itu, padahal tahun 2002 hijab belum dikenal masyarakat luas seperti sekarang ini.
          Setelah tamat SD, saya memailih masuk di sebuah pesantren di Sulawesi Selatan. Di sana, kudapati model hijab yang menutupi jidat. kalau sekarang namanya Hijab ala SMA. Saat itu Saya tidak ingin mempraktekkannya karena saya merasa tidak pas di wajah sehingga saya membuat model sendiri. modelnya biasa, hanya saja lipatan yang umumnya satu, tepat di dekat telinga kujadikan 2.Ternyata bukan jadi bahan panutan malah diejek senior. Saat itu jugalah saya memakai jilbab ala anak tomboi.
          Di sinilah perjalanan hijab itu kumulai. Di pesantren saya memakai jilbab kecil, setidaknya menutupi rambut. Intinya berjilbab. Pulang kampung pun demikian, saya tetap berjilbab. Nah, saat itu saya merasakan masa-masa kenakalan ABG. Saya selalu melanggar aturan kampus, tapi cara saya halus, karena memang bawaannya di depan para guru saya anak yang pendiam. Tapi soal lari dari pesantren dan menandatangani surat ijin keluar kampus saya ahlinya. Sehingga suatu hari saya ketahuan karena dilaporkan oleh teman asrama. Wal hasil saya di skorsing 3 bulan tidak boleh keluar kampus. Oke saya terima dan sedikit pun tidak menyesalinya. Di saat-saat itu saya merenungi tingkah laku. “Saya berjilbab tetapi tingkah lakuku masih seperti anak nakal” setelah kejadian itu, saya sudah melepas jilbab jika bukan di pesantren. Saya merasa itu hanya sekedar kewajiban formal manusia.
          Tibalah saya lulus di pesantren, saya memasuki sekolah kejuruan jurusan komukasi dan jaringan. Saat itu ngetren baju SMA yang ketat. Saya tidak ingin ketinggal fashion, saya juga mengukur baju yang pas dengan lelukan tubuhku. saat itu badanku masih ramping.
          Setelah 3 bulan berjalan dengan pergaulan dan baju yang sedikit lagi akan robek saking ketatnya mulai menghantui pikiranku. Saya berfikir, bahwa baju ketat dengan gaya anak SMA bukan styleku yang sebanarnya. Saya memilih masuk di sebuah pesantren di daerah Wajo, masih provinsi Sul-Sel. Disana, saya memulai hidup baru. Saya memilih langsung memakai jilbab panjang alias Hijab, yang menurut para Pemakainya akan membawa ke syurga. Saat itu tidak ada yang tahu bagaimana latar belakang jilbabku yang sebenarnya. Saat itulah saya merasa di awang-awang. Banyak yang memujiku, katanya saya anggun, wanita shaleha, mirip artis oky setiana dewilah. Pokoknya saya ahli syurga deh. Saya berubah drastis, dari yang ngakaknya luar bisa menjadi wanita yang senyumnya asem-asem manis.
          Saya memakai HIJAB terhitung sejak pindah ke pesantren hingga lulus. Seluruh tingkah laku dan karakterku tersembunyi selama itu pula. Hanya satu yang tidak bisa kusembunyikan, selalu telat ke sekolah. Maklum, baru belajar memakai hijab.
          Setelah  masuk perguruan tinggi, hijabku masih panjang, pikirku sih, karena tidak ada yang mengenaliku lagi di tempat baru. Tapi sayang itu semua hanya sebentar, karena saya mendapatkan sebuah teguran dalam mimpi “Proses berjalan itu yang utama, bukan hasil apalagi syurga” dalam pelajaran filsafat istilah ini disebut perjalanan keagamaan oleh Muhammad Iqbal. Mulai dari sanalah bahwa selama ini saya salah besar mengartikan jilbab. Saya hanya ingin dipuji dan terlihat anggun. Saya tidak membawa diri untuk dikenal apa adanya oleh manusia. Di sini saya tidak akan membahas mengenai Tuhan, saya takut nantinya sedikit melenceng dari yang orang lain pahami.
          Hari ini, saya memilih untuk memakai hijab yang sesuai karakter dan nilai yang ingin saya sampaikan.  Mengenai apakah hijab yang saya gunakan masih belum sesuai syari’at, sudahlah, memang saya yang kurang ilmu sehingga belum menggunakan hijab panjang yang katanya membawa ke syurga.
          Sebanarnya saya ingin melepas hijab, andai saja saya bukan muslim. Saya belum baik, saya masih berproses dan bahkan tidak ingin menganggab diri baik hingga mati. Karena jika sedikit saja merasa diri baik dan sudah menjadi wanita muslimah, maka hidup akan berakhir dan tak ada lagi kaki melangkah untuk menulusuri perubahan-perubahan.
          Saya ingin berhijab sesuai karakter, Itu saja. Tidak banyak!!!

CAT:*Hijab: sudah diartikan kain secara menyuruh. Tidak ada perbedaan model atau panjangnya di jalan sekarang. *jilbab: pengertian sebelum hijaber menjamur di indonesi.

         

         

       

Aku disini dan kau disana (putar haluan)



Kita mengenal apa itu rasa. Tapi jika ditanya pengertian rasa, maka kita akan berfikir sejenak lalu berkata “kenapa susah yah untuk dijelaskan”
sebulan sudah tidurku tak nyenyak tapi makan makin banyak. Setiap malam aku memikir satu nama. Tidak biasanya aku memikirkan wajahnya seintens ini. entah apakah karena sering bertemu memadu pandang atau sebaliknya, saling berjarak.
Setiap kurebahkan badanku lalu meraih selimut untuk menjulurkan ke seluruh tubuh, bayangannya datang. Aku terusik bahkan seperti ingin berteriak. Aku sungguh terganggu.
Rasa terganggu ini beda ternyata, rasanya indah dan memompa semangat di setiap aliran darahku. Hanya saja rasa ini mengganggu konsentrasiku melakukan hal-hal lain.
Setiap waktu ketika kulihat matanya, aku merasa duniaku begitu panjang. Aku ingin hidup seribu tahun lamanya. Sungguh, aku mulai merasakan bahwa bersamanya adalah kebahagiaan. Dulu ketika kuputuskan untuk pergi meninggalkannya dan berniat bahwa di luar akan kutemui sukses dan calon imamku, aku tak pernah berfikir untuk ingin hidup bersama satu atap. Karena yang ia butuhkan adalah kerja kerasku untuk membuatnya bahagia lewat materi.
Seiring berjalannya waktu aku merasa bahwa kebahagiaan bukan hanya soal materi tapi kebersamaan.
Ibu, kuputuskan untuk pulang. impianku bisa saja kudapatkan esok tapi hidup bersamamu tidak dua kali.
Ibu, mimpiku kemarin terlalu indah. Tapi untuk pilihan pulang dan membangun kembali kebersamaan dalam keluarga adalah syurga.
Di sana kita kembali membangun istana dari pondasi dasar. Aku berjanji untukmu. Aku mencintaimu lebih dari segalanya.
Ibu, tapi untuk sekarang tolong jangan menanyakan kapan diriku selesai. Karena kalimat itu yang membuatku khawatir. Ada seseorang di sini jika melihat matanya dan bersamanya aku tidak ingin pulang. tapi aku sadar, engkau lebih dari segalanya. Rasa yang ada sekarang hanya candu dan akan berakhir sesal. Tetapi engkau adalah cinta sampai aku kembali menghadap Tuhan.

AKU DI SINI DAN KAU DI SANA KITA MEMANDANG LANGIT YANG SAMA... (IBUKU SAYANG)

Ibarat menangkap ayam



           Mencari jodoh ibarat menangkap ayam, dicari malah menjauh atau susah ditangkap. kalau dibiarkan saja tak dihiraukan banyak yang mendekat menawarkan diri untuk menjadi pendamping. sampai-sampai pusing sendiri untuk menentukan yang terbaik.
              seingatku, hingga bulan ini sudah ada puluhan teman-temanku yang sudah menikah. subehanallah yah. tapi tak jarang kabar pernikahan bukan menjadi kabar baik oleh sebagian orang. yah... mungkin penyebabnya adalah manusia hobbynya ngegosip kali yah. apalagi ibu-ibu rempong. hehehe
          ada dua keanehan atau hobby manusia berkenaan dengan pernikahan, yang pertama kalau cepat nikah pasti yang melihat pada mencibir “cepet banget nikahnya, mau makan?” terus kalau telat nikah ocehannya kurang lebih seperti ini “kok belum nikah-nikah ya? Tipenya ketinggian kali ya”
             Huffft.... baru dengar aja  udah nyiksa, gimana kalau  yang jadi pembahasan aku yah? Entahlah, Yang jelas, hidup itu kita yang jalani orang lain jadi komentatornya. Udah jalani saja. Takdir.
            Begini ni kasus yang intinya ingin kuceritakan: Kita samarkan saja namanya, dia adalah Sindi seorang wanita berumur 5 tahun di bawahku. Berarti umurnya belum cukup dua puluh. Dia bercerita kalau di rumahnya datang seorang lelaki hendak bertemu ayahnya. Yah... apalagi kalau bukan meminta hati anak perempuannya.
            Saat mendengar ceritanya, aku hanya tersenyum lalu berujar “kamu mau, dia mau kenapa tidak?”
Dia pun merengus dan bersandar di pundakku lalu berujar
“aku tidak bisa”
“kenapa?”
“kami masih kecil dan tidak mengerti apa-apa?” mendengarnya, pikiranku tiba-tiba melayang ke  tayangan televisi yang kusaksikan  beberapa hari yang lalu, seorang anak SD menghamili pacarnya yang duduk di bangku SMP. Berarti tak ada kata kecil dong. Menghayati.
“oh... kalau memang tidak suka yang bilang sama orang tua kamu”
“bapakku susah, sama sekali tak bisa dibantah” waduh, sekuat baja kali yah. membatin.
Bercapakan kami berakhir dengan tatapan kosongku ke arah tembok. buntu.
Di tempat lain seorang wanita yang lebih tua dariku  5 tahun, bercerita tentang kegalauannya mengenai jodoh yang tak kunjung datang.
“santai saja” saranku. Meski hati kecilku pun bertanya, besok aku dapat jodoh juga gak yah...
“masalahnya itu umurku kian bertambah, dan aku takut tidak bisa punya keturunan” mendengarnya aku kembali mengingat berita di koran beberapa hari yang lalu, ada seorang wanita yang hamil di umur 45 tahun.
“ah... sabarlah kak, jodoh itu sudah diatur Tuhan, tinggal tunggu waktu saja”
“sampai kapan”
“sampai jodohnya datang” bantal pun melayang di kepalaku. Percakapan pun berakhir dengan solusi termanjur yaitu “diTUNGGU saja” hahaha
            Kamu tahu bagaimana menikah muda dan punya anak tetapi masih bergantung pada orang tua? Aku tidak tahu, karena kebetulan masa belasan tahunku sudah lewat dan jodoh pun belum datang. Tapi setahuku dari teman yang menikah muda mereka sering mengeluarkan kalimat “lanjut sekolah yang tinggi saja, jangan menikah muda” nada yang terdengar pun seolah menyesal meski tak begitu diperjelas. Seolah.
            Bayangkan, disaat waktu yang kita gunakan untuk mengejar ilmu nyatanya untuk mengurus bayi, mulai dari popok, menyusui dan apalah namanya, padahal untuk ngeluarin ingus sendiri pun masih susah. Begitu kira-kira redaksinya.
            Meski demikian, semuanya kembali ke pribadi masing-masing. “kamu  mau, aku mau. Yuk nikah” yang diikat dengan semboyan (komitmen, ikrar untuk lebih dewasa, dan ingat semuanya karena Tuhan). Mungkin awalnya susah, tapi pada kenyataannya akan punya anak juga. Dan anak itu sebenarnya adalah bukti cinta. Begitu kira-kira pemahamanku. J
            Kamu tau bagaimaa rasanya belum menikah disaat umur sudah melewati masa ideal untuk menikah? Maaf jeng jang, aku belum merasakanya karena umurku masih ada di ideal, belum melampaui. Tapi jangan sampai.
            Tapi pengamatan yang amat dalam, dari orang-orang yang telat nikah adalah “galau tingat dewa” makan tak enak, jalan tak seru dan yang satu paling penting, tidur tak nyaman (jangan ngeres) hahaha.
            Sampai-sampai apabilah galaunya sudah mencapai stadium akhir, biasanya jadi pendiam dan sensitif.  Tapi pada dasarnya eksistensinya memang harus kita mengerti. Karena wanita pada dasarnya, ingin dijaga meskipun ada yang menampakkan dirinya sebagai wonder women (hua... kok gua yang curhat ye. hehehe)
            Hei, buat engkau adikku, yang masih muda namun orang tua mengatakan kau harus menikah. Entah itu takdir, cobaan atau apalah namanya. yang jelas jangan pernah katakan lagi kau masih kecil tapi katakanlah dengan jalan ini kau akan dewasa.
            Jika suatu saat  kau tak temukan bahagia di ujung sana lalu memilih kehidupan yang tak pernah orang lain sangka, yakinlah bahwa patuhmu akan menjadi nilai tertinggi di sisi Tuhan.
            Hallo kakak, yang masih saja jomblo padahal umur kian melangit, yakinlah bahwa manusia masing-masing memiliki pasangan, tinggal  waktunya saja dan ingat terus berusaha!!!. Eh... satu lagi jangan terlalu memberatkan!!!. (BUDAYA DAN AGAMA)
            pesanku: Jangan mendengarkan lagu kemudian seolah-olah masuk ke dalam lagu, apalagi lagu yang ini nih “jodohku maunyaku dirimu, sampai nanti kukan bersamamu” semua manusia pasti ingin menikah dan hidup dengan orang yang ia sukai, tapi kita juga harus realistis bahwa ini kehidupan bukan lagunya Anang dan Asyanti
            Bangun kakak, kejarlah cintamu. Jika sudah dapat, jadikan dirinya penambal kekuranganmu dan jadikan Kelebihanmu sebagai penambal kekurangannya. (kalau punya kelebihan si. hahaha)



Ah.... Dasar cerita Klasik !!!

          Belum usai buku-buku yang kupelajari terekam di memori, seorang teman menelponku. Ia mengajakku untuk menemaninya makan malam. Rasa ingin menolak pasti ada, hanya saja  aku tidak inginn mengecewakannya, dia sahabatku dan aku tidak ingin menyakitinya setelah ribuan kebaikan telah ia berikan padaku.
          Aku menunggunya di tempat makan yang ia maksud. Cukup lama aku menunggunya. 1 jam lewat 50 menit. “Ah.... ini janjian atau ngerjain” celotehku sambil terus memperhatikan orang-orang yang berlalu di hadapanku. Kadang ada yang menoleh sambil senyum simpul.
“sudah lama nunggunya?” tanya Vera, yang seketika sudah duduk di depanku.
“ini temanku, namanya Irma” tambahnya, sambil memperkenalkan teman yang duduk di sebelahnya.
“lama banget, sumpah bikin emosi aja” ketusku
“maaf, tadi itu jemput temanku ini dulu” belanya sambil menepuk bahu temannya.
“oh... begitu” responku sambil tersenyum paksa. Andai saja alasannya bukan itu, mungkin mulutku tidak akan berhenti mengoceh.
“Tumben ngajak makan malam?” tanyaku heran
“nantilah kita ceritaka, pesan makanan dulu saja!” 
15 menit, makan pesanan kami sudah ada di atas meja. Kami memulai makan. Sebenarnya aku lagi tidak ingin makan, tapi karena melihat ayam balado, hasrat makan pun memuncak.
“besok aku akan berangkat ke jepang” kata Vera, memecah keseriusan makanku.
“apa?” daging ayam rasanya berubah menjadi tulang, tersedak di tenggorokan. Kuraih air putih meneguknya secepat mungkin.
          Tapi kali ini, wajah Vera, tidak seperti biasanya.
“ke jepang? Ngapain di sana?” tanyaku
“mau kerja”
“kerja apa di sana?”
“apalagi kalau bukan TKI” jawabnya dengan suara merendah
“ah... serius? Kamu tidak takut dengan majikan-majikan di sana? Kamu sudah baca berita tentan TKI? Ah ngeri deh” mulutku tak berhenti menghujaninya dengan pertanyaan.
“sebenarnya aku takut, tapi mau apalagi, aku mau lanjut kuliah tapi biaya dari mana coba.  Tapi ini sudah kupikirkan matang-matang kok. Malam ini adalah malam perpisahan. Mungkin tiga tahun lagi aku pulang” matanya berbinar
“ha?” aku masi saja belum percaya
Kami melanjutkan makan. Teman yang vera bawa masih saja diam. Ah... bibirku paling gatal jika tidak mengejak orang di sekitarku berbicara.
“kalau mbaknya, mau ke jepang juga”tanyaku
“tidak” ia tersenyum terpaksa, terlihat saat ia menatapku sekilas lalu memperhatikan gadjetnya.
“dia itu lagi galau” sambung Vera lalu melirik ke arah temannya itu
“ah... kamu ini” dia sedikit malu, padahal umurnya jauh lebih di atasku
“kenapa? Bisa KEPO dong?” aku tertawa lepas
“gini, aku ditusuk teman dari blakang” ia mulai bercerita namun tetap memandangi layar ponselnya
“akhirnya curhat juga” Vera memotong
“Vera, aku mau dengar! Bisa diam sebentar gak?” agar ani terhibur dengan rasa simpatiku. meski pun aku ingin tertawa lepas melihat wajah kusutnya ditambah ceritanya yang memilukan. Klasik. Sumpah!
“temanku ternyata menusuk dari  belakang” ia mengulanginya lagi. Emang tusuk-tusuk sate. Sepertinya suka benget tuh dengan tusuk-tusukan. sudah dua kali ia mengucapkan kalimat ini namun hanya mengisahkan cerita bersambung.
“terus?”
“yah ditusuk” jawabnya.
Akhirnya tawaku meledak. Aku tak tahan melihat kepolosannya.
“kalau begitu dengarkan aku, Ver dan ani, jalani masalahmu masing-masing. Jalan keluarnya pasti ketemu di ujung usaha”
“kok tumben ngasih solusi?” tanya Vera heran berbalut ngeledek
“aku mau cepat-cepat pulang. hahaha” kupeluk Vera bertanda kami sebentar  tidak akan bertemu. Ia menangis. Kutepok jidatnya lalu kukatakan bahwa ia terlalu lebay, jepang negera yang dekat. Tak usahlah membuang air  mata. Kukira dengan begini akan memberi kesan bahwa perpisahan kami berakhir dengan senyuman.
          Mataku tidak dapat terpejam, Rasanya aku menumpuk beban dan kesedihan. Andai saja bisa dilukiskan, sedih itu sudah menggunung dan panas. Sebentar lagi akan meletus dan menyakiti manusia yang ada di sekitarnya.
          Kau tau bagaimana sakitnya ketika sahabat pergi lalu mendengar seseorang sedang ditusuk dari belang oleh sahabatnya sendiri? Sakitnya itu di sini, sambil kutunjuk kepalaku. Bagaimana tidak, sahabat pergi tak ada lagi yang mendengar cerita-cerita konyol dan sedihku dan aku teringat dengan seseorang. Teman vera malam ini membawaku mengingatnya, lelaki yang kutunggu. Lelaki yang kuanggab baik, bukan hanya memberi bahagia dunia tapi akhirat. Begitulah Predikat yang kuberikan padanya. Aku
***
“Cerita klasik” memang geli untuk didengarkan, tapi ketika dirasakan, sakitnya bukan lagi di kepala, tetapi seluruh organ tubuh.

Sebutnya saja namanya berto, lelaki yang ingin menikahi polina alias orang yang memiliki kisah ini. ia berjanji ingin menikahi polina jika uangnya sudah cukup banyak. Namun di sebuah malam yang gelap ditambah sedikit gerimis, Yang seharusnya polina tertidur nyenyak sambi memeluk guling. datanglah sebuah kabar jika berto akan menikah 5 hari lagi.
Sepanang hari menuju hari kelima, polina sepertinya begitu riang. Sedikit pun tak ada kesedihan di wajahnya. Tapi taukah engkau di balik wajahnya yang riang, ternyata lukanya sudah melebar dan membusuk. Ditambah air mata yang ia sembunyikan. Makin lembablah luka itu.
Tibalah hari ke-5, polina membayangkan wajah sang kekasih bersanding di pelaminan dengan wanita yang bukan dirinya. Hari itu polina memilih makanan untuk menemaninya. Tak tanggung-tanggung ia memilih restoran mahal dan makan sendiri. Katanya ingin melepas bayang-bayang berto. Di saat ia mengunyah makanan, tiba-tiba air matanya bercucuran bagai air hujan. Ia melempar makanan yang masih ada. ia berteriak seperti orang yang kehilangan suami. Perlahan ketika ia sadar semua orang berbalik keheranan pada dirinya, ia pun menarik nafas dalam-dalam lalu menundukkan kepala sambil  menangis tertahan, ia ingin mengambil sebilah pisau untuk mengakhiri hidupya. Sakit melihatnya seperti itu. oh... berto betapa tega kau menyakiti polina. Akhirnya aku mengakhiri film polina berto.
          Setelah melihat film itu, aku merenung lalu kembali merebahkan badan. Aku mengingat Anas, yang akan menikah esok hari. Posisiku sekarang tidak lebih baik dari polina. Namun, tak sedikit pun aku berniat mati konyol karena cinta.
“KetikaTuhan mengambil yang baik, maka Tuhan menyuruhmu menjadi pribadi yag baik lagi atau mungkin Tuhan ingin menggantinya dengan yang lebih baik.  lalu ketika kau sadar, ternyata orang yang menemaninya jauh lebih baik darimu maka Percayalah sebuah kayu tak akan menjadi mainan jika pembuatannya tidak terstruktur dengan baik alias setiap sudutnya harus saling berpasangan dan cocok. Begitu pun manusia, Tuhan akan memasangkan karakter atau watak yang berbeda agar ketika bersatu, saling melengkapi. Yang satu pendiam, maka yang satu akan menghibur dengan celotenya, ketika yang satu suka makanan mahal, maka yang satu akan makan yang lebih murah. Soalnya takut gak bisa bayar. Hahaha...

See next time...