saya ingin melepas Hijab... andai?



          Sekarang  siapa yang tidak kenal hijab? Kalau ada yang tidak tau hijab, katain aja “dasar kampungan!!!” seperti itulah bandingan atas maraknya pesona hijab hari ini. Mulai dari hijab ala zaman Yunani, abad pertengahan hingga pos modern. Pemakainya pun mulai dari anak-anak hingga ibu-ibu. Semuanya kenal hijab. Bahkan saking kreatifnya sudah ada yang menciptakan model pocong. Ujung kain disematkan tepat di atas kepala.lucu kan? Yah, itu mungkin sebuah keunikan.saya tidak berani mengatakan ini buruk, karena mungkin saja ini adalah sebuah karya yang harus kita hargai. hehehe
          Pengertian hijab dalam kamus besar bahasa indonesia yakni dinding yg membatasi sesuatu dengan yg lain. Saya mencoba memaknai pengertian ini dengan sekuat tenaga, agar dalam pengamalannya saya tidak terjerat oleh menyalahkan orang yang tidak sesuai dengan gaya berhijab kita.
          Bukan tanpa alasan saya menulis di Blog ini setelah beberapa bulan rehat dari curhatan begundal saya. Begini ceritanya mengapa saya menulis kembali kemudian mengambil topik hijab, Kemarin di kampus saya bertemu teman di ruang tata usaha fakultas, sebuat saja namanya Rio. Dia memanggiL namaku lalu menatapku mulai dari kaki hingga kepala. Dia menutup mulutnya sambil geleng-geleng dan berucap, “kenapa penampilanmu sekarang seperti ini” belum sempat kujawab ada seorang wanita dengan hijab yang rapi nan anggun menghampiri kami “Rio, yuk ke perpustakaan” sambil menarik tas lelaki yang masih saja menatapku. Mereka kemudian pergi, sesekali Rio berbalik sambil senyum ngece. Entahlah apakah cara bercanda dia seperti itu atau memang wujud dari keterkejutannya dengan kain yang kukenakan di kepalaku.
          Dari situ saya menulis di Blogku ini, yang mungkin saja Rio akan baca atau mungkin ada orang lain yang membacanya kemudian menjadikan ini sedikit refrensi dalam menilai seseorang. Yang harus pembaca ketahui, saya tidak ingin menggurui, tapi hanya ingin berbagi.
          Tidak ada yang tahu tentang perjalanan Hijab saya, jadi mungkin saja banyak yang yang nanya “kenapa model berhijab Tenri tidak konsisten yah? Selalu berubah”  awalnya sih pertanyaan ini saya anggab hal biasa saja, tidak penting untuk dijadikan topik, tapi sampai sekarang saya merasa tidak dihargai dalam mengambil keputusan, seolah ini adalah perbuatan terburuk yang dilakukan oleh anak manusia. padahal ini hanya masalah kain.
          Oke saya cerita dari awal, saya mengenakan hijab saat duduk di kelas V SD, sekolah saya bukan sekolah Islam, hanya sekolah SD pedesaan yang sangat jauh dari kata modern. Di kelas V SD itu saya memilih memakai jibab karena saya tumbuh dengan bobot yang sangat berat sehingga terlihat sangat dewasa untuk seukuran anak SD. Saat itu niatnya biar rambutnya sudah tidak terlihat karena sudah besar. Entah dari mana saya dapat pemikiran seperti itu, padahal tahun 2002 hijab belum dikenal masyarakat luas seperti sekarang ini.
          Setelah tamat SD, saya memailih masuk di sebuah pesantren di Sulawesi Selatan. Di sana, kudapati model hijab yang menutupi jidat. kalau sekarang namanya Hijab ala SMA. Saat itu Saya tidak ingin mempraktekkannya karena saya merasa tidak pas di wajah sehingga saya membuat model sendiri. modelnya biasa, hanya saja lipatan yang umumnya satu, tepat di dekat telinga kujadikan 2.Ternyata bukan jadi bahan panutan malah diejek senior. Saat itu jugalah saya memakai jilbab ala anak tomboi.
          Di sinilah perjalanan hijab itu kumulai. Di pesantren saya memakai jilbab kecil, setidaknya menutupi rambut. Intinya berjilbab. Pulang kampung pun demikian, saya tetap berjilbab. Nah, saat itu saya merasakan masa-masa kenakalan ABG. Saya selalu melanggar aturan kampus, tapi cara saya halus, karena memang bawaannya di depan para guru saya anak yang pendiam. Tapi soal lari dari pesantren dan menandatangani surat ijin keluar kampus saya ahlinya. Sehingga suatu hari saya ketahuan karena dilaporkan oleh teman asrama. Wal hasil saya di skorsing 3 bulan tidak boleh keluar kampus. Oke saya terima dan sedikit pun tidak menyesalinya. Di saat-saat itu saya merenungi tingkah laku. “Saya berjilbab tetapi tingkah lakuku masih seperti anak nakal” setelah kejadian itu, saya sudah melepas jilbab jika bukan di pesantren. Saya merasa itu hanya sekedar kewajiban formal manusia.
          Tibalah saya lulus di pesantren, saya memasuki sekolah kejuruan jurusan komukasi dan jaringan. Saat itu ngetren baju SMA yang ketat. Saya tidak ingin ketinggal fashion, saya juga mengukur baju yang pas dengan lelukan tubuhku. saat itu badanku masih ramping.
          Setelah 3 bulan berjalan dengan pergaulan dan baju yang sedikit lagi akan robek saking ketatnya mulai menghantui pikiranku. Saya berfikir, bahwa baju ketat dengan gaya anak SMA bukan styleku yang sebanarnya. Saya memilih masuk di sebuah pesantren di daerah Wajo, masih provinsi Sul-Sel. Disana, saya memulai hidup baru. Saya memilih langsung memakai jilbab panjang alias Hijab, yang menurut para Pemakainya akan membawa ke syurga. Saat itu tidak ada yang tahu bagaimana latar belakang jilbabku yang sebenarnya. Saat itulah saya merasa di awang-awang. Banyak yang memujiku, katanya saya anggun, wanita shaleha, mirip artis oky setiana dewilah. Pokoknya saya ahli syurga deh. Saya berubah drastis, dari yang ngakaknya luar bisa menjadi wanita yang senyumnya asem-asem manis.
          Saya memakai HIJAB terhitung sejak pindah ke pesantren hingga lulus. Seluruh tingkah laku dan karakterku tersembunyi selama itu pula. Hanya satu yang tidak bisa kusembunyikan, selalu telat ke sekolah. Maklum, baru belajar memakai hijab.
          Setelah  masuk perguruan tinggi, hijabku masih panjang, pikirku sih, karena tidak ada yang mengenaliku lagi di tempat baru. Tapi sayang itu semua hanya sebentar, karena saya mendapatkan sebuah teguran dalam mimpi “Proses berjalan itu yang utama, bukan hasil apalagi syurga” dalam pelajaran filsafat istilah ini disebut perjalanan keagamaan oleh Muhammad Iqbal. Mulai dari sanalah bahwa selama ini saya salah besar mengartikan jilbab. Saya hanya ingin dipuji dan terlihat anggun. Saya tidak membawa diri untuk dikenal apa adanya oleh manusia. Di sini saya tidak akan membahas mengenai Tuhan, saya takut nantinya sedikit melenceng dari yang orang lain pahami.
          Hari ini, saya memilih untuk memakai hijab yang sesuai karakter dan nilai yang ingin saya sampaikan.  Mengenai apakah hijab yang saya gunakan masih belum sesuai syari’at, sudahlah, memang saya yang kurang ilmu sehingga belum menggunakan hijab panjang yang katanya membawa ke syurga.
          Sebanarnya saya ingin melepas hijab, andai saja saya bukan muslim. Saya belum baik, saya masih berproses dan bahkan tidak ingin menganggab diri baik hingga mati. Karena jika sedikit saja merasa diri baik dan sudah menjadi wanita muslimah, maka hidup akan berakhir dan tak ada lagi kaki melangkah untuk menulusuri perubahan-perubahan.
          Saya ingin berhijab sesuai karakter, Itu saja. Tidak banyak!!!

CAT:*Hijab: sudah diartikan kain secara menyuruh. Tidak ada perbedaan model atau panjangnya di jalan sekarang. *jilbab: pengertian sebelum hijaber menjamur di indonesi.

         

         

       

Aku disini dan kau disana (putar haluan)



Kita mengenal apa itu rasa. Tapi jika ditanya pengertian rasa, maka kita akan berfikir sejenak lalu berkata “kenapa susah yah untuk dijelaskan”
sebulan sudah tidurku tak nyenyak tapi makan makin banyak. Setiap malam aku memikir satu nama. Tidak biasanya aku memikirkan wajahnya seintens ini. entah apakah karena sering bertemu memadu pandang atau sebaliknya, saling berjarak.
Setiap kurebahkan badanku lalu meraih selimut untuk menjulurkan ke seluruh tubuh, bayangannya datang. Aku terusik bahkan seperti ingin berteriak. Aku sungguh terganggu.
Rasa terganggu ini beda ternyata, rasanya indah dan memompa semangat di setiap aliran darahku. Hanya saja rasa ini mengganggu konsentrasiku melakukan hal-hal lain.
Setiap waktu ketika kulihat matanya, aku merasa duniaku begitu panjang. Aku ingin hidup seribu tahun lamanya. Sungguh, aku mulai merasakan bahwa bersamanya adalah kebahagiaan. Dulu ketika kuputuskan untuk pergi meninggalkannya dan berniat bahwa di luar akan kutemui sukses dan calon imamku, aku tak pernah berfikir untuk ingin hidup bersama satu atap. Karena yang ia butuhkan adalah kerja kerasku untuk membuatnya bahagia lewat materi.
Seiring berjalannya waktu aku merasa bahwa kebahagiaan bukan hanya soal materi tapi kebersamaan.
Ibu, kuputuskan untuk pulang. impianku bisa saja kudapatkan esok tapi hidup bersamamu tidak dua kali.
Ibu, mimpiku kemarin terlalu indah. Tapi untuk pilihan pulang dan membangun kembali kebersamaan dalam keluarga adalah syurga.
Di sana kita kembali membangun istana dari pondasi dasar. Aku berjanji untukmu. Aku mencintaimu lebih dari segalanya.
Ibu, tapi untuk sekarang tolong jangan menanyakan kapan diriku selesai. Karena kalimat itu yang membuatku khawatir. Ada seseorang di sini jika melihat matanya dan bersamanya aku tidak ingin pulang. tapi aku sadar, engkau lebih dari segalanya. Rasa yang ada sekarang hanya candu dan akan berakhir sesal. Tetapi engkau adalah cinta sampai aku kembali menghadap Tuhan.

AKU DI SINI DAN KAU DI SANA KITA MEMANDANG LANGIT YANG SAMA... (IBUKU SAYANG)