Lelaki dalam pertapaanku

Beberapa hari ini aku lebih ingin sendiri. Menghabiskan waktu sendiri di kamar. Aku lelah dengan keadaanku. Keadaan yang menjepitku saat ini. Aku tak tahu harus menyimpan kepala dan hatiku di mana. Aku ibarat benda yang muda untuk dilempar kemaan saja. Tapi tak pernah ada yang bertanya ada apa denganku. Tak ada yang tahu kalau aku punya cerita yang sangat susah kuungkapkan. Sebuah kenyataan hidup yang harus kuterima sejak dulu.
Memang aku tak mau ada yang tahu. Aku tak suka  jika orang yang berjarak dekat denganku mulai mengukur jarak dengan melihat siapa aku. Aku sesak dengan ini semua. Tiap wajah-wajah mereka datang dalam menakku. Nafasku seakan berhenti seketika. Dadaku sesak kepalaku ingin pecah.
Yang tahu hanya Tuhan...
Awal mula, segala sesutu mudah untuk kumiliki. Namun setelah insiden itu, semuanya  mulai goyang. Satu persatu runtuh. Hingga kini tak pernah direnovasi. Taukah engkau saat keluarga terguncang? Taukah engkau saat pegangan mulai patah? Taukah engkau ketika penghayatan itu hanya diriku sendiri yang merasakan? Sungguh, andai engkau tahu badanmu akan gemetar menahan ngilu yang menakutkan itu.
Sudahlah lupakan kejadian jadul yang tak berjudul itu. kita beralih di zaman ini saja. Zaman yang katanya modern. Tapi bagiku sih, sama saja. Semuanya jadul.
Suatu hari, ada lelaki yang datang ingin menyembuhkan lukaku. Namun ternyata aku terkena penyakit masa lalu. Yang mengukur semua lelaki dari kejadian itu. Aku tak mudah mencintai lewat hati. Ia pun pergi perlahan dan aku kembali sendiri dalam pandangannNya. Aku merasa hal itu tak penting untuk kujadikan masalah.
Aku masih bersama aku di sini dan masih tetap di sini. Bersama cerita-cerita yang jadul. Aku sama sekali tak membenci, tapi luka ini perlahan melebar dan aku merasa akan sakit berkepanjangan jika menyimpannya terlalu lama.
Pernah ketika aku bertemu seorang wanita yang paham betul watakku dalam menyampaikan gagasan seputar pria. Ia mulai mensiasatiku dengan masuk ke dalam ruang rahasiaku. Ia bertanya
“kamu ini punya teman dekat?” aku tersenyum mengimbangi pertnyaan yang koyol bagiku saat itu.
“teman dekat ya pasti banyaklah. Ada teman kampus, teman serumah dan banyak lagi” jawwabku meski kutahu pertanyaannya itu ingin menyinggungku. Ia tersenyum lalu meninggalkanku. Senyum yang kupastikan terpaksa.
Entah apa di benak kebanyakan temanku ketika aku mengatakan tak mau pacaran. Tapi jika kuperhatikan, mereka yakin kalau aku salah satu wanita yang tak mau mendekati zina. Aku terlihat alim dan sebagainya. Mereka salah total. Mereka tak tahu ada apa denganku.
Aku terlalu takut lalu menjauh dari suatu kehidupan yang tak ingin terulang. Aku takut jika esok cerita-cerita jadul itu tampil di layar hidupku. Karena bagiku lelaki yang baik itu, mereka yang tak pernah menyatakan suka namun mereka bergerak. Aku tak suka dengan mereka yang hanya panjang lebar tentanag cinta lalu menyakiti.
Ada pesan singkat yang ingin aku bagikan pada kalian wanita yang berparas cantik, yang berkerudung maupun tidak. Islam atau tidak bahwa lelaki punya sisi yang tak akan pernah kita ketahui. Jadi, biarkan semua tingkah laku kita tujukan pada tuhan lalu biarka Tuhan yang memilihkan kita lelaki yang tak akan pernah berkhianat.
Tahu tidak mengapa Tuhan melarang kita memulai cinta sebelum ada ikatan sah? Agar kira terpandang dan memiliki harga mahal.
Biasanya lelaki sensitif jika dikatakan penghianat. Tapi jika ada lelaki yang tak tersinggung maka dialah lelaki yang sensitif untuk memulai cinta sementara.
Ini hanya perspektifku saja. Tak menyinggung sama sekali. karena semua manusia memiliki pandangan tersendiri..
Lelaki adalah penyebab kebahagian dan bisa juga penyebab kesengsaran yang tak ada habisnya. Itu yang kudapatkan dari perjalanan ini.
Yah... sebelum menutup tulisan ini, aku ingin berbagi pengalaman dari seorang lelaki padaku di zaman purbakala. Ah....salah, terlalu jauh rasanya. zaman yunani sajalah. Begini nih ceritanya,
“mengapa wanita bugis memiliki adat pernikahan yang memberatkan kaum adam?”
“karena ketika lelaki mencintai wanita, maka ia akan berjuang demi cinta. Dan setelah itu biarkan wanita yang berjuang melayani hidup suaminya” jawabku sedikit tenang saat itu
“jadi  harus dengan uang” ia tertawa sedikit mengejek
“jadi mau kamu apa?”
“hapus kebiasaan buruk itu”
“Jangan dihapus. Tapi kau yang akan kuhapus dalam hidupku. Bila kujelaskan hakikat uang dalam sebuah pernikahan adat bugis, tak akan pernah ada ujungnya. Maka jika kau tak setuju, maka pergilah mencari hal-hal yang mudah yang tak memberimu tantangan”
          Ia pun pergi...

kembalilah aku mengingat kisah cinta mereka yang terhianati oleh lelaki yang berhidung belang-belang itu. aku ingin muntah rasanya jika mengingat perlakuannya pada perempuan yang berwajah cantik itu.


“Maka bertambah lagi julukan untuk para lelaki”.




Aku mengenalnya lewat Ibu

 Jarum jam sudah menunjuk angka 02.00 dini hari tapi mataku tak sedikitpun ingin tertutup. Aku sedikit takut karena besok aku ujian. Aku takut jika dalam ruangan mataku enggan membantu untuk menjawab soal-soal ujian. Kucoba merenungi apa saja yang membuatku seperti ini. 30 menit aku memandangi sudut-sudut kamar ini ada 1 2 3 masalah yang kudapatkan.  Tapi masalah yang membuatku hingga hari ini meringis kesakitan saat mengingatnya saat  aku bertemu dengan seseorang di sebuah pusat perbelanjaan.
saat itu aku ingin meraih mie instan yang cukup membuat tanganku sulit meraihnya karena terlalu tinggi bagiku.  Sungguh di luar dugaan tatkala mie yang sudah ada di tanganku terlepas. Jatuh tepat di kepala seorang lelaki berambit panjang dengna warna coklat keemasan yang sedang mencari bahan bumbu masakan yang letaknya di bawah mie instan.
“astagfirullah... Maaf pak” spontan menunduk dan memunguti mie yang berserakan
Ia menatapku. Wajahnya tampak geram. Aku menunggu ia meresponku. Tapi ternyata ia tak menggubrisku malah meninggalkanku lalu menggerutu.  entah apa yang ia katakan. Tidak jelas bagiku saat itu yang masih sangat kaget.
aku ke tempat terakhir untuk membeli jam. Karena jam dindingku rusak beberapa hari yang lalu. Di tempat jam itu aku bertemu lagi dengannya. Aku sedikit segan karena kejadian tadi. Aku  dan dia bersamaan menyuruh mengambilkan barang yang akan kami beli.
“duluan aja mbak!” katanya lalu membuang pandangannya
“ga’ papa pak duluan aja” kataku menolak berharap ia sedikit tersentuh dengan sikapku
“kenapas sih ribet banget” geramnya. Aku hanya tersenyum mencoba menyikapi bahwa hal seperti ini tak boleh di masukkan ke dalam hati.
“itu mbak yang warna merah” katany sembari menunjuk. Sementara, Mataku mengikuti telunjuknya. Jam yang ia pesan bergambar salib. Yang dihiasi gambar lelaki berjenggot. agama nasrani percayai bahwa itu adalah yesus. Aku terseyum mencoba menikmati kejadian ini. Aku menanggup  kedua tangan di depan dada mencoba menerima sikap bapak yang baru kutemui ini. Sekarang giliranku menunjuk jam yang kuinginkan.
“yang warna putih ya mbak” kataku pada penjaga toko itu
Saat kutunjuk jam berwarna putih dengan gambar kaligrafi yang berlafaskan Allah ia pun melihatku. Aku menoleh dan tersenyum. Lagi-lagi ia membuang pandangan. Tak banyak berfikir, segera kubayar lalu meninggalkan tempat itu.  beberapa menit saat kutinggal tempat penjualan jam itu ia mengikutiku sedari tadi sambil memegang lembaran dan sebuah pulpen.
“Hei” menyodorkan kertas kecil  lalu meninggalkanku. tak sempat bertanya apapun ia berbalik meninggalkanku. kumasukkan kertas kecil itu ke dalam dompet untuk kubaca  di rumah saja.

***

Esok harinya setelah terbangun dari tiudr dan selesai melaksanakan shalat subuh, barula ingatanku tyertuju pada kertas kecil pemberian bapak itu. kuraih dompetku kubuka perlahan “andai saja ayah ibumu bukan islam, apakah kau islam? Pernakah kau berfikir bahwa agamamu sudah benar” sesingkat itulah yang tertulis di kertas. Aku sedikit berfikir dan mencoba menghayati pertanyaan tui. Ternyata akulah manusia yang terbodoh yang tak bisa menjawab pertanyaan semacam ini. Perasaanku sesak ada yang ingin kusampaikan namun hatiku sendiri melarang untuk menjawab dengan rasa. Karena Allah pun menyuruh manusia untuk berfikir,

“Katakanlah, ‘Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah swt menciptakan (manusia) dari permulaannya’.”(Qs. al-‘AnkabÅ«t [29]: 20).

Aku merasa ibarat manusia yang yakin pada sesorang hanya dengan mendengar cerita dari mulut ke mulut. Aku tak mencari kebenarannya sendiri. Maka pantaslah aku dikatakan “instan” bersujud, menangis, meminta tapi tak pernah berusaha mencari ilmu sebanyak-banyaknya untuk mengetahui Tuhan. Saat itu aku menangis, menangisi kebodohanku.
Dan malam ini mataku tak kunjung terpejam karena ada sesuatu yang tak dapat kuungkapkan meski sebuah kalimat pendek. 

aku jatuh cinta



Setelah lebaran idul adha kemarin, aku mengira semangat dan kekuatanku akan pulih. Tapi perkiraanku meleset. Sehari setelah lebaran tugas kuliah telah menungguku untuk dipresentasikan di depan kelas. Sungguh aku belum menguasai buku yang sepekan lalu kupinjam di perustakaan. Aku serasa ingin tidur saja. aku melawan. mencoba bangkit dari pembaringan dan buru-buru ke kamar mandi lalu menyiapkan pakaian yang akan kukenakan ke kampus.
Saat bercermin, mencoba merapikan  jibab yang kukenakan, teman sebelah kamar datang untuk menyetrika bajunya. Ia bertanya tentang keadaanku. Aku hanya menjawab sekenanya saja “aku jenuh” ia tak mengeluarkan sesuatu apa pun dari mulutnya kecuali senyum kecut yang tak dapat  terkatakan. Ia tahu kalau jawabanku seperti ini berarti perasaanku lagi tak enak.
Berjalan dari lorong ke lorong di bawah sengat matahari yang luar biasa membuatku tak henti-hentinya menutupi wajah dengan sapu tangan buatan ibuku di kampung. Ukurannya kecil cukup menutupi wajahku dari sengatan matahari dan debu. “simpan baik-baik sapu tangan ini. Anak perempuan harus selalu bawa sapu tangan agar selalu bersih” ini yang dikatakan ibuku saat menjahit sisa kain bajunya.
Aku memilih naik bus Trans. Setelah menunggu 30 menit, akhirnya bus berwarna kuning hijau yag mirip mesjid kebanyakan di indonesia sudah terlihat dari kejauhan lalu mendekat perlahan. Aku tak tahu apa filosofi pemilihan warna Trans ini. Kadang aku bertanya dalam  hati tapi tak pernah kukeluarkan  Karena ini juga tak penting untuk ditanyakan.
Di atas bus beberapa halaman buku kuhabiskan. Tapi perasaanku tak kenyang karena banyak gangguan. Di atas bus aku merasa sedari tadi ada yang melihatku. Kucoba fokus pada lembaran-lembaran dihadapanku tapi tetap saja sama. Aku melihat huruf huruf yang kubaca pecah, berantakan dan terhambur jauh ke sudut-sudut bus. Susah untuk dipungut. Kututup buku yang berjudul “pemikiran harun Nasution” itu lalu berujar “kena kamu, siapa yang dari tadi memperhatikanku “ kataku lalu melirik orang-orang yang duduk di sudut bus. Tapi ternyata tak ada satupun padangan tertuju padaku. Semuanya asyik dengan Hpnya. Aku tertawa kecil dalam hati “ginilah kalau selalu GR”
30 menit lebih beberapa detiklah, aku sampai di kampus. Setibanya di kampus, tiba-tiba saja ada yang berbisik “ga usah masuk! Mata kuliahnya ga’ susah ko’. Tinggal belajar dikit di rumah udah bisa ikut ujian” ini bisikan dari siapa yah??? Yah tiada lain dan tiada duanya pasti namanya Say alias syetan. Aku sempat melihat gedung yang akan kunaki menuju lantai 4. Ada sedikit rasa untuk mengikuti anjuran si Say. Tapi ah....... aku kuat ternyata. Aku tidak mau membuang percuma uang 3000 yang kugunakan naik bus. Kulangkahkan kakiku dengan pasti dan mencoba melawan syetan-syetan yang menghadangku bak artis yang dikerumuni wartawan “plak..plok..” kutabok syetan-syetan itu dan akhirnya aku berhasil duduk di kelas, memperhatikan dosen dengan khusyuk dan terpenting aku berhasil membantu dosen menjelaskan semua yang telah disampaikan menit pertama karena banyak teman yang telat datang.
          Setelah kuliah aku mendapat panggilan masak oleh temanku yang dapat daging kurban. Cepat-cepat kuraih tasku lalu menuju tempat itu. hit...hit...hit masakan pun jadi. Setelah makan aku segera pulang untuk menyelesaikan tugas esok hari.
          Melewati lorong kecil itu lagi, bedanya tadi siang panas sekarang gelap. Maklum sudah pukul 10 malam.
          Kucari kunci kamar yang kusematkan di dalam tas ranselku entah berapa lama aku mencarinya hingga kejengkelanpun datang menghampiri. Entah setan apa yang selalu menggodaku untuk marah belakangan ini. Jika tidak marah aku pasti diam penuh curiga. Aku merasa jenuh tapi tak tahu jenuhnya karena apa.  
          Kuletakkan ranselku lalu membersihkan badan kemudian mematikan lampu. Sebelum tidur aku memiliki kegiatan rutin yaitu menulis sedikit dari perjalananku sehari full. Baru beberapa paragraf, aku teringat dengan akun facebook yang seharian tidak kubuka. Kualihkan perhatianku dengan membuka akun facebook dan tulisanku pun kuhentikan sampai pada cerita tentang perasaanku tadi siang  di atas bus.
          Setelah mengetik kata sandi Fbku, terlihat sudut atas pada pesan masuk angka 12 berarti ada pesan yang masuk sebanyak itu. kucoba menahan untuk tidak membukanya. Yah..... itung-itung buat surprise supaya hati terhibur dikit. Setelah melihat pemberitahuan dan membaca status alay teman-teman, pelan-pelan kubuka pesan-pesan yang segar untuk dipanen itu. Ibarat buah, pesan yang terlihat 12 itu bagai buah apel yang segar siap untuk lahab.


“yang terlihat di sana, meski jauh namun dekat. Engkau yang selalu terlihat namun tak bisa kudekati. Aku tak bisa berkata apapun, ibarat gembok, mulutku terkunci tiap melihatmu. Di balik kaca ini kulihat wajahmu menahan rindu. Entah pada siapa engkau merindu. Tapi aku tak peduli engkau tetap terbaik yang kulihat dari balik kaca ini. Aku tahu, tiap kau ada di bus lalu membawa buku bacaan yang banyak, pasti engkau ada masalah.

 Memang sudah lama engkau tak terlihat di balik kaca ini. dan kupastikan kamu dalam keadaan sedih.
Hay... kamu yang bernama Andi yang terkungkung dalam adat yang tak pasti jangan pernah sedih karena engkau adalah semangat buat yang lain. Aku selalu melihatmu di balik kaca di atas bus agar tak sedikit pun engkau merasa aku melihatmu. Engkau wanita dan aku lelaki. Tuhan telah berjanji menciptakan kita untuk saling mengenal hanya saja aku  menunggu waktu itu”

          Mataku sedikit memerah membaca pesan singkat yang entah dari mana datangnya. Aku tersentuh bahwa selain Tuhan ada manusia yang tahu tentang keadaanku. Jenuhku ibarat pasir yang terseret ombak, menggulungnya lalu melepasnya. Aku kembali semangat dan berjanji bahwa jenuh ini tak akan kuundang lagi.
          Aku sadar bahwa Tuhan akan memberiku teman untuk menemani tiap kejenuhanku. Malam ini aku jatuh cinta. Meski sedikit seperti orang gila “jatuh cinta pada sebuah tulisan yang mungkin saja nyasar ”

                                                          Jogja 16 oktober 2013 19:00







perawan ting-tong


Malam ini sepulang dari makan bakso di lorong sebelah, perasaanku ga’ enak. Jika ditanya apakah aku kekenyangan, kaya’nya ga’ juga, karena tadi aku makan bakso Cuma satu biji. Tapi jika ditanya, baksonya besar atau tidak, maka jawabanku tidak. Hanya sebesar kepalan tangan pemain sumo. Itu si bagiku. Sudahlah... lupakan acara makan-makan. Rasa sakit ini intinya satu “makan apa saja harus ada sambel”. Sejak pagi makanan yang masuk di perutku tak ada yang beres, itu aja. Titik!!! Jangan ditaya lagi!!!
Malam ini setelah membersihkan kamar dan anggota tubuh, kumatikan lampu kamar dan menghidupkan lampu romantis alias lampu tidur agar mataku lekas terpejam menyambut adzan subuh.
 Kasur yang berukuran satu orang di dalam kamarku malam ini mungkin bertanya mengapa aku tampak galau. Aku yakin jika kasur ini bisa berbicara, pasti dia mengejekku, mengira aku lagi kasmaran. Apalagi tadi pagi ada kunjungan dari teman-teman sedaerah yang kebetulan dari kaumnya Boy Band alias lelaki.  Tapi untunglah kasur tak bisa berbicara. Karena sama adanya, perkiraannya juga salah.
Malam ini saat kutuliskan cerita ini, aku tak dapat memejamkan mata. Kucoba sekuat mungkin namun kekuatan wajah anak itu terus membayangiku.
Memang kebanyakan ayah dan ibu tak sama, tapi bagaimana jika ternyata ada ayah dan ibu sama jahatnya? Pasti seorang anak akan menderita. Aku yakin, jika cinta ayah tak ada, maka cinta ibu lebih dari cukup.  Tapi jiak cinta ibu juga hilang maka kita akan menjadi manusia termiskin di dunia.  Dan inilah yang terjadi pada anak itu.
saat menuliskan cerita ini, mengapa aku memulainya dengan pembukaan yang santai, karena aku tak bisa menulis, tanganku terasa ngilu jika ingin menceritakan anak itu. Okey aku akan memulainya. Aku akan bertahan menceritakannya untuk dijadikan pelajaran.
Pulang pergi kuliah, aku selalu lewat gank kecil itu. nah di gank kecil itulah aku selalu menyapa seorang nenek yang hidup bersama suaminya. Dari sapaan itulah aku mulai akrab.
Pulang pergi kuliah yang keratusan kalinya, aku melihat sesuatu yang berbeda, ada anak kecil di rumah nenek itu. kira-kira umurnya setahun.
Setelah mencari tahu tentang bocah cantik itu, ternyata anak itu adalah milik sepasang mahasiswa yang pernah terlibat nafsu luar biasa sehingga menghasilkan manusia. Setelah melahirkan ia menitipkan anaknya di rumah nenek itu, lalu pulang ke kampungnya dengan gelar “Perawan” dan mengubur dalam-dalam hasil dari nikmat sesaat itu dalam hidupnya. lalu tak pernah datang lagi untuk melihat manusia yang ia lahirkan.
Yah....... malam ini aku tak bisa tidur. Padahal masih banyak masalah lain yang harus kupecahkan. Namun, aku berharap ada orang yang ingin menjadikan anak itu sebagai anak angkatnya. Sebenarnya aku mau menjaga dan merawat anak itu tapi aku sadar siapa aku. Aku hanya mahasiswi biasa yang uang bulanannya pun pas-pasan.