Ah.... Dasar cerita Klasik !!!

          Belum usai buku-buku yang kupelajari terekam di memori, seorang teman menelponku. Ia mengajakku untuk menemaninya makan malam. Rasa ingin menolak pasti ada, hanya saja  aku tidak inginn mengecewakannya, dia sahabatku dan aku tidak ingin menyakitinya setelah ribuan kebaikan telah ia berikan padaku.
          Aku menunggunya di tempat makan yang ia maksud. Cukup lama aku menunggunya. 1 jam lewat 50 menit. “Ah.... ini janjian atau ngerjain” celotehku sambil terus memperhatikan orang-orang yang berlalu di hadapanku. Kadang ada yang menoleh sambil senyum simpul.
“sudah lama nunggunya?” tanya Vera, yang seketika sudah duduk di depanku.
“ini temanku, namanya Irma” tambahnya, sambil memperkenalkan teman yang duduk di sebelahnya.
“lama banget, sumpah bikin emosi aja” ketusku
“maaf, tadi itu jemput temanku ini dulu” belanya sambil menepuk bahu temannya.
“oh... begitu” responku sambil tersenyum paksa. Andai saja alasannya bukan itu, mungkin mulutku tidak akan berhenti mengoceh.
“Tumben ngajak makan malam?” tanyaku heran
“nantilah kita ceritaka, pesan makanan dulu saja!” 
15 menit, makan pesanan kami sudah ada di atas meja. Kami memulai makan. Sebenarnya aku lagi tidak ingin makan, tapi karena melihat ayam balado, hasrat makan pun memuncak.
“besok aku akan berangkat ke jepang” kata Vera, memecah keseriusan makanku.
“apa?” daging ayam rasanya berubah menjadi tulang, tersedak di tenggorokan. Kuraih air putih meneguknya secepat mungkin.
          Tapi kali ini, wajah Vera, tidak seperti biasanya.
“ke jepang? Ngapain di sana?” tanyaku
“mau kerja”
“kerja apa di sana?”
“apalagi kalau bukan TKI” jawabnya dengan suara merendah
“ah... serius? Kamu tidak takut dengan majikan-majikan di sana? Kamu sudah baca berita tentan TKI? Ah ngeri deh” mulutku tak berhenti menghujaninya dengan pertanyaan.
“sebenarnya aku takut, tapi mau apalagi, aku mau lanjut kuliah tapi biaya dari mana coba.  Tapi ini sudah kupikirkan matang-matang kok. Malam ini adalah malam perpisahan. Mungkin tiga tahun lagi aku pulang” matanya berbinar
“ha?” aku masi saja belum percaya
Kami melanjutkan makan. Teman yang vera bawa masih saja diam. Ah... bibirku paling gatal jika tidak mengejak orang di sekitarku berbicara.
“kalau mbaknya, mau ke jepang juga”tanyaku
“tidak” ia tersenyum terpaksa, terlihat saat ia menatapku sekilas lalu memperhatikan gadjetnya.
“dia itu lagi galau” sambung Vera lalu melirik ke arah temannya itu
“ah... kamu ini” dia sedikit malu, padahal umurnya jauh lebih di atasku
“kenapa? Bisa KEPO dong?” aku tertawa lepas
“gini, aku ditusuk teman dari blakang” ia mulai bercerita namun tetap memandangi layar ponselnya
“akhirnya curhat juga” Vera memotong
“Vera, aku mau dengar! Bisa diam sebentar gak?” agar ani terhibur dengan rasa simpatiku. meski pun aku ingin tertawa lepas melihat wajah kusutnya ditambah ceritanya yang memilukan. Klasik. Sumpah!
“temanku ternyata menusuk dari  belakang” ia mengulanginya lagi. Emang tusuk-tusuk sate. Sepertinya suka benget tuh dengan tusuk-tusukan. sudah dua kali ia mengucapkan kalimat ini namun hanya mengisahkan cerita bersambung.
“terus?”
“yah ditusuk” jawabnya.
Akhirnya tawaku meledak. Aku tak tahan melihat kepolosannya.
“kalau begitu dengarkan aku, Ver dan ani, jalani masalahmu masing-masing. Jalan keluarnya pasti ketemu di ujung usaha”
“kok tumben ngasih solusi?” tanya Vera heran berbalut ngeledek
“aku mau cepat-cepat pulang. hahaha” kupeluk Vera bertanda kami sebentar  tidak akan bertemu. Ia menangis. Kutepok jidatnya lalu kukatakan bahwa ia terlalu lebay, jepang negera yang dekat. Tak usahlah membuang air  mata. Kukira dengan begini akan memberi kesan bahwa perpisahan kami berakhir dengan senyuman.
          Mataku tidak dapat terpejam, Rasanya aku menumpuk beban dan kesedihan. Andai saja bisa dilukiskan, sedih itu sudah menggunung dan panas. Sebentar lagi akan meletus dan menyakiti manusia yang ada di sekitarnya.
          Kau tau bagaimana sakitnya ketika sahabat pergi lalu mendengar seseorang sedang ditusuk dari belang oleh sahabatnya sendiri? Sakitnya itu di sini, sambil kutunjuk kepalaku. Bagaimana tidak, sahabat pergi tak ada lagi yang mendengar cerita-cerita konyol dan sedihku dan aku teringat dengan seseorang. Teman vera malam ini membawaku mengingatnya, lelaki yang kutunggu. Lelaki yang kuanggab baik, bukan hanya memberi bahagia dunia tapi akhirat. Begitulah Predikat yang kuberikan padanya. Aku
***
“Cerita klasik” memang geli untuk didengarkan, tapi ketika dirasakan, sakitnya bukan lagi di kepala, tetapi seluruh organ tubuh.

Sebutnya saja namanya berto, lelaki yang ingin menikahi polina alias orang yang memiliki kisah ini. ia berjanji ingin menikahi polina jika uangnya sudah cukup banyak. Namun di sebuah malam yang gelap ditambah sedikit gerimis, Yang seharusnya polina tertidur nyenyak sambi memeluk guling. datanglah sebuah kabar jika berto akan menikah 5 hari lagi.
Sepanang hari menuju hari kelima, polina sepertinya begitu riang. Sedikit pun tak ada kesedihan di wajahnya. Tapi taukah engkau di balik wajahnya yang riang, ternyata lukanya sudah melebar dan membusuk. Ditambah air mata yang ia sembunyikan. Makin lembablah luka itu.
Tibalah hari ke-5, polina membayangkan wajah sang kekasih bersanding di pelaminan dengan wanita yang bukan dirinya. Hari itu polina memilih makanan untuk menemaninya. Tak tanggung-tanggung ia memilih restoran mahal dan makan sendiri. Katanya ingin melepas bayang-bayang berto. Di saat ia mengunyah makanan, tiba-tiba air matanya bercucuran bagai air hujan. Ia melempar makanan yang masih ada. ia berteriak seperti orang yang kehilangan suami. Perlahan ketika ia sadar semua orang berbalik keheranan pada dirinya, ia pun menarik nafas dalam-dalam lalu menundukkan kepala sambil  menangis tertahan, ia ingin mengambil sebilah pisau untuk mengakhiri hidupya. Sakit melihatnya seperti itu. oh... berto betapa tega kau menyakiti polina. Akhirnya aku mengakhiri film polina berto.
          Setelah melihat film itu, aku merenung lalu kembali merebahkan badan. Aku mengingat Anas, yang akan menikah esok hari. Posisiku sekarang tidak lebih baik dari polina. Namun, tak sedikit pun aku berniat mati konyol karena cinta.
“KetikaTuhan mengambil yang baik, maka Tuhan menyuruhmu menjadi pribadi yag baik lagi atau mungkin Tuhan ingin menggantinya dengan yang lebih baik.  lalu ketika kau sadar, ternyata orang yang menemaninya jauh lebih baik darimu maka Percayalah sebuah kayu tak akan menjadi mainan jika pembuatannya tidak terstruktur dengan baik alias setiap sudutnya harus saling berpasangan dan cocok. Begitu pun manusia, Tuhan akan memasangkan karakter atau watak yang berbeda agar ketika bersatu, saling melengkapi. Yang satu pendiam, maka yang satu akan menghibur dengan celotenya, ketika yang satu suka makanan mahal, maka yang satu akan makan yang lebih murah. Soalnya takut gak bisa bayar. Hahaha...

See next time...