siri'



Seribu tanya menyerangku pag itu, sungguh pusing menanggapi pertanyaan orang-orang. Kuputuskan untuk menuutup mata menikmati kegelapan yang akan menghilangkan kepenatan. 
Setelah mata kuterbuka kembali, aku teringat dengan janji untuk menyelesaikan masalah seorang teman. Kucoba menghubungiku nomor seseorang yang kuanggab bisa menyelesaikan masalah yang menggrogoti.  Awal percakapanku, kurasa masalah ini bisa kulewati dengan kehadirannya, namun ternyata sebuah kalimat terlontar dari bibirnya “ Di sini itu kita mempertahankan siri’.  Dari sinilah saya  meragukan siri dalam dirimu”. Mendengar itu, saya tidak dapat berkata apa-apa untuk membela diriku.
“Jika kau tak percaya denganku, siapa lagi yang mau percaya denganku. Sedang aku merasa kau akan percaya denganku”
Untuk mengambil keputusan aku harus menanggung semuanya.  Kebencian orang di dekatku dan yang jauh kurelakan. Yang jelas dia tetap  percaya dengan keputusan yang kuangggab baik.  tapi ternyata dia juga sama. Sama seperti orang yang mengatakan aku tidak bijak.
                “aku akan tutup mata dan telinga tentang tanggapan orang. Termasuk dia”
Sekarang, biarlah waktu mengalir, kepercayaan yang hilang biarlah seperti itu. Aku harus berusaha menerima semuanya saja. termasuk saat dia melihatku tak menjunjung budaya siri’.

Ternyata dia ganteng mas bro...

Setelah membeli buku aku menuju taman pintar, wahana membaca. Sedikit merasa lelah aku putuskan singgah di sebuah mushallah kecil. sebelum menumpuhkan badanku di teras mesjid, aku melempar senyum pada seornag ibu yang duduk berdampingan denganku “subehannallah cantiknya ibu ini” gumamku.
Beberapa menit membaca buku humor itu yang membuatku nyaris seperti orang gila yang tertawa sendiri sambil ongkang-ongkang kepala “ih..salah ding, kaki”
“hai..pulangnya nanti” teriak seorang lelaki pada ibu yang ada di sampingku. Aku pastikan itu suaminya “oh...no...sudah botak kasar lagi. Ya..Allah amit-amit dapat suami yang kasarnya seperti parut” aduh...ga buangeet deh..mules jadinya gara-gara rujak 5 ribuan kali yah..hahahai.
Kulihat lelak itu medekat dan merapatkan mulutnya pada telinga sang istri. Aku menoleh
“ih... apa tuh?” kucoba menguping untuk menangkap bisikan bisingnya.
“bisik ko’ suaranya besar.” ko' aku yang sewot ya....
“ibu, shalat dulu yah” lirih lelaki itu. diraihnya tangan istrinya perlahan lalu menuntun istrinya ke tempat wudhu. Seketika itu bulu romaku merinding menyaksikannya. Ternyata wanita itu strok dan tak bisa mendengar dengan jelas. Setelah selesai wudhu, kulihat suaminya memasangkan mukena, menutupi kaki istrinya yang sedikit terlihat dan merapika rambut istrinya yang mencuat keluar. Kusaksikan lagi hal yang serupa. Lelaki itu membisikkan lafadz niat shalat duhur mencoba menuntun istrinya. Tiba-tiba saja wajah lelaki botak yang ditangannya ada sebatang rokok yang bagiku itu hal yang,,,yah,,gitu dehh.. berubah menjadi maher zain. Yang bagiku gantengnya sedunia (gabikuji)

 __ternyata penampilan bukanlah hal yang menjanjikan ketulusan cinta seseorang...hahahy.. Matikissah..engkasi tau menghayal... tapi serius loh ini yang kusampaikan -_- __

ketika wanita bugis akan menikah


Uang Panai’, Tradisi Finansial Melamar Wanita Bugis Makassar


Kompleksitas budaya pernikahan pada masyarakat Sulawesi Selatan merupakan nilai- nilai yang tak lepas untuk dipertimbangkan dalam pernikahan seperti status sosial, ekonomi, dan nilai-nilai budaya dari masing-masing keluarga pria dan wanita.

Di Sulawesi Selatan, satu hal yang menjadi khas dalam pernikahan yang akan diadakan yaitu uang naik atau oleh masyarakat setempat disebut uang panai’. Uang panai’ ini adalah sejumlah uang yang diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang merupakan bentuk penghargaan dan realitas penghormatan terhadap norma dan strata sosial.

Uang panai’ ini belum terhitung sebagai mahar penikahan melainkan sebagai uang adat namun terbilang wajib dengan jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak atau keluarga.

Uang panai’ untuk menikahi wanita bugis-makassar terkenal tidak sedikit jumlahnya. Tingkat strata sosial wanita serta tingkat pendidikannya biasanya menjadi standar dalam penentuan jumlah uang untuk melamar. Jadi, jika calon mempelai wanita adalah keturunan darah biru (keluarga kerajaan Tallo, Gowa atau Bone), maka uang naiknya akan berpuluh-puluh juta. Begitupun jika tingkat pendidikan calon mempelai wanita adalah S1, S2, atau Kedokteran, maka akan berlaku hal yang sama.

Pihak keluarga (saudara ayah atau ibu), memiliki pengaruh yang cukup penting dalam pengambilan keputusan mengenai besarnya uang panai’ dan mahar. Tidak jarang, karena persoalan yang rumit dalam hal ini membuat pasangan yang saling mencintai biasanya menempuh langkah terakhir yaitu ‘kawin lari (silariang), sebagai jalan pintas untuk tetap bersama.

Jika jumlah uang naik yang diminta mampu dipenuhi oleh calon mempelai pria, hal tersebut akan menjadi prestise (kehormatan) bagi pihak keluarga perempuan. Kehormatan yang dimaksudakan disini adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon mempelai pria kepada wanita yang ingin dinikahinya dengan memberikan pesta yang megah untuk pernikahannya melalui uang panai’ tersebut.

Jumlah uang panai’ yang bergantung dari tingkat strata sosial dan pendidikan calon mempelai wanita dilihat dari sisi peran keluarga calon mempelai wanita. Wade, C. dan Travis, C. (2007) menjelaskan bahwa peran merupakan kedudukan sosial yang diatur oleh seperangkat norma yang kemudian menunjukkan perilaku yang pantas.

Bagi pria lokal atau yang juga berasal dari suku bugis-makassar, memenuhi jumlah uang panai’ juga dapat dipandang sebagai praktik budaya siri’, jadi wanita yang benar-benar dicintainya menjadi motivasi yang sangat besar untuk memenuhi jumlah uang panai’ yang di syaratkan. Motivasi dapat diartikan sebagai faktor pendorong yang berasal dalam diri manusia dalam hal ini untuk memenuhi jumlah uang panai’, yang akan kemudian mempengaruhi cara bertindak seseorang. Dengan demikian, motivasi kerja akan berpengaruh terhadap performansi nya dalam bekerja.