Itu saja Tuhan.

Aku berjalan melewati lorong kecil itu untuk pulang. Tiba-tiba seorang gadis berperawakan kecil memakai jilbab tidak terlipat rapi terlihat ada di sampingku. Datang begitu saja. Mungkin karena aku tidak menoleh sama sekali, jadi tidak tahu dari mana datangnya. Pikirku saat dia menoleh padaku.
“sepertinya mendung ya? Sebentar lagi hujan” kata wanita itu lalu tersenyum padaku. Aku heran, lalu menegadah ke langit “secerah ini mau hujan? Entahlah apa yang ada di benak wanita ini” batinku. kutanggapi sewajarnya saja karena sepertinya orang yang ada di sampingku ini bukan orang waras. Ketusku sambil terus berjalan beriringan.
            Jam 22.00 aku terbangun dari tidur. Yah sehabis magrib aku tertidur karena kelelahan mengerjakan tugas kuliah 3 hari 3 malam. Tiba-tiba aku menangis. Suara tangisan anak kecil yang merasakan kesakitan kudengar dari mulutku. “ada apa ini? Apakah aku kesurupan?” kucoba menyebut namaNya. Yah... ini bukan kesurupan. Aku masih sadar. Teringatlah pada wanita yang kutemui tadi “mau hujan yah...” mungkin ini yang ia maksud. Aku terus menangis hingga malamku terasa sepi senyap tanpa siapa-siapa. Makan pun rasanya sudah tak  terpikirkan lagi malam itu.
***
Aku lupa kapan aku terakhir tertawa lepas tanpa beban. Ini bukan karena kisah rama dan sinta. Ini kisahku dengan Dia. Dia yang tak nampak namun selalu menegurku. Dia tak kasat mata tapi selalu ada di mataku. Aku mengenalNya sejak kecil. Sejak keluargaku memperkenalkannya. “inilah yang harus kau sembah dan percayai” aku manut saja karena memang ini ajaran orang tua.
Aku percaya Dia. Percaya dengan kitab dan Nabinya. Dengan membagi diriku dalam dunia dunia. Alam rasional dan irasional. Yang aku sesali, mengapa aku tak mampu menyerap ilmunya sebanyak mungkin. Tumpukan buku tentangnya tidak seperti caraku membaca novel-novel yang berbaris rapi di rak bukuku. Caraku berbicara tidak sefasih saat aku bercerita ulang tentang sebuah novel.
Akhir-akhir ini aku merasa sangat bersalah. Bersalah karena waktuku 24 tak cukup untuk mengenalNya lewat bacaan. 

Aku rasanya ingin tertawa lepas tanpa beban. itu saja Tuhan...



Cinta Tak Selamanya Bersama (katanya)

Rasanya ko’ rindu yah...
Aku rindu sama semua tentangmu. Tentang pertama kali pertemuan kita. Pertemuan yang tidak akan kulupakan hingga kapan pun. Itulah pertama kalinya ada seorang lelaki yang menyentuh  tangan dan menatapku. yang kuyakini penuh rasa sayang. Kadang di saat sendiri aku berfikir tentangmu, andai saja kita bisa hidup bersama, mungkin aku tak perlu sesusah ini untuk mengerjakan semuanya. Pasti kau akan membantu tiap melihatku bersusah payah. Aku sebenarnya sudah tidak sabar hidup denganmu. rasanya hanya engkau lelaki yang selalu membuatku tenang dan tidak ragu. Biasanya kebanyakan lelaki “aku tidak bisa hidup tanpamu” Tetapi saat aku tidak mengizinkannya hidup denganku, ternyata sampai sekarang dia masih hidup. konyol sekali kata-kata ini.
Mungkin karena aku lelah melihat lelaki yang ada di sekelilingku, dengan ribuan gombalannya, Membuatku selalu rindu denganmu. Engkau lelaki pertama yang membuatku sadar bahwa cinta adalah pengorbanan bukan janji.
Sungguh aku dililit rasa rindu. Bahkan di ruang gelap sekalipun. Apalagi jika melihat lelaki berlalu di depanku dengan sosok kedewasaannya. Benakku tiba-tiba penuh dengan bayangmu. Saat menulis ini, sebenarnya rasa rinduku sudah sampai ke ubun-ubun. Aku tak tahu harus berbuat apa.
***
Yah... aku sudah pergi dari tempatku tadi. Ada segerombolan wanita sedang tertawa terbahak-bahak. Sedang bercerita tantang semua orang yang lewat di depannya. Aku sedikit menguping, yang terdengar ada gendutlah, menorlah dan beberapa kalimat tidak terpuji lainnya (hahahha terpuji. Bahasanya serius bunget yah). Aku marah mendengar mereka karena ada beberapa kalimat yang ngena buanget di hatiku “gendut”. Oh... no aku jengkel sekali. Tadi aku rindu, sekarang jengkel, entahlah besok apalagi. Mungkin nangis kali yah... L
Sungguh...
aku rindu. Aku tidak main-main dengan rindu ini. aku rasanya ingin memeluk lelaki yang ada di depanku ini untuk merasakan kehangatan belaiannya. Tapi, tapi, tapi mana mungkin lelaki itu bukan siapa-siapaku. Dia hanya lewat dan tidak mengenaliku. Jika aku berani melakukan itu, aku akan jadi bahan perhatian oleh orang-orang. Dan dunia akan menertawaiku. Hihihi... ganjen banget.
Buyar...rinduku buyar gara-gara lelaki yang tadi di depanku. Ia pun pergi karena memang hanya singgah ngikat sepatu. Tiba-tiba saja. ada seseorang di hadapanku, Dia temanku. Orangnya lembut dan berkharisma. Ia dan aku jarang saling menyapa. Tapi kali ini ia seakan merasakan kegalauanku.
“eh... kenapa sendiri? sinta mana?” aku hanya terseyum.
“mau aku temani ga’? sambil duduk di sampingku
“oh... ga’ usah ini aku lagi sibuk” sambil berpura-pura membuka buku
“yah udah aku pergi yah..” berdiri dan meninggalkanku
Yah... aku menolak ajakan lelaki itu karena aku takut denganmu. Dulu kamu berpesan agar aku tidak terbiasa dengan lelaki.
meskipun berkharisma? iya, jawabmu. Mulai dari situ pesanmu kusimpan di ruang khusus di hatiku. Aku menyembunyikannya dan menyimpannya dengan baik. aku tidak mau ia hilang karena banyaknya lubang hitam di hatiku. Setidaknya pesanmu membuat hatiku tidak hitam legam.
Sekarang aku bersandar di dniding selasar mesjid. aku menikmati kesendirian ini. aku menatap kelangit dan menikmati suasana ini. aku tersenyum sambil membayangkan wajahmu. Banyak orang yang bilang wajah kita mirip. Mirip sekali. Ini yang membuatku yakin bahwa aku tidak sia-sia menangis karena merinduimu.
Ada dua pohon di depanku, daunnya hijau. Burung-burung bersiul menambah romantisnya tempat ini. 1 2 3 menit kadang ada daun dari kedua pohon itu yang jatuh. warnanya kuning. Tiba-tiba aku bertanya “apakaha besok cinta ini seperti daun yang jatuh karena sudah tua. Ia tidak bisa menjadi bagian dari sebuah pohon karena usianya. Ia tercecer terbang ke sana-kemari. Terinjak Lalu datanglah hujan yang membuatnya basah. si matahari datang membuatnya kering rapuh. Hingga akhirnya hilang ditelan bumi”.
Sekarang terasa ada air yang lewat di pipiku. Apakah itu keringat dari dahiku? Tunggu sebentar aku menyentuhnya. Ternyata air ini dari kedua bola mataku. Aku tak sadar, ternyata aku serapuh ini meyakini cinta kita.  Sudah puluhan tahun cinta kita berjarak karena perantauanmu di negeri sana. Namun karena usai pertemuan kita yang kuanggab pertema kalinya itu, aku kembali merangkai cinta ini untukmu meski kadang aku tidak yakin apakah cintamu ada buatku.
Aku rindu, aku ingin mendengar suaramu mengatakan “aku mencintamu”  namun jika engkau tidak ingin mengatakan itu, bagaimana jika aku mencari lelaki lain. Yang bisa menjagaku dan mencintaiku.  Apa, Jangan? Kenapa? Karena tidak ada yang bisa mencintaimu seperti cintaku. Jawabmu. ini yang membuatku tidak kuat jika rasa rindu ini datang.
Tuhan... tolong sampaikan rasa rindu ini. tiupkan di teliganya saat tertidur. Agar jika ia bangun maka wajahkulah yang pertama ia ingat.
Sekarang aku mulai menangis lepas. Air mataku kubiarkan jatuh. Biar saja dilihat orang-orang yang berlalu. Aku sudah tidak peduli. Aku benar-benar rindu. Aku berdiri dari tempatku tadi dan berjalan menuju kamar mandi. Di sana aku mengambil air wudhu “kalau ada sesuatu di hati kita ambillah air wudhu maka semuanya akan baik-baik saja” itu yang kuingat darimu wahai engkau yang membuatku merindu.
Aku kembali duduk di tempat semulah. Kali ini aku melihatmu datang padaku dengan gagah berani. kulihat kau membawa sepucuk surat di tangan kanan. Kau senyum padaku dan menghampiri dengan mata berbinar-binar. Rasanya aku ingin terbang saking senangnya.
“ini surat untukmu” meraih tanganku kemudian berbalik lalu meninggalkanku. Ada apa ini? mengapa engkau pergi lagi?. Aku sudah jenuh menunggumu. Tapi mengapa kau hanya 10 kedipan mata berada di depanku?. Aku kalap, aku tak tahu harus bagaimana, aku ingin mengajarmu tapi rasanya kaki ini berat untuk melangkah. Lalu teringatlah aku pada dedaunan yang jatuh itu. seperti itulah kisah cinta kita. Cinta yang berguguran oleh waktu. Aku menangis merintih. Kubuka perlahan suratmu, kubaca dengan sejuta harapan bahwa engkau telah mengajakku untuk hidup bersama.
“Nak, cinta itu tidak selamanya harus bersama. Cinta tidak harus saling memiliki. Ayah tahu bahwa tak mudah engkau merasakan sendiri cinta. ayah paham nak. Ayah mungkin lebih sakit darimu. Tapi ayah tidak akan pernah mengatakan bahwa cinta kita seperti daun. Tetapi cinta kita seperti kapal pinisi, semakin lama ia di lautan makin kuat pula kayunya. Ingat bahwa cinta tak harus memiliki. Jaga dirimu baik-baik. ingat nak cinta tidak harus memiliki. Ayah tetap sayang padamu walau sulit bahkan mustahil kita berada dalam satu atap. Sekali lagi nak ayah katakan “cinta tak harus memiliki” begitu pun esok ketika egkau menyukai seorang lelaki. jangan pernah bersedih jika cintamu tak sampai. Titip dirimu untuk ayah. Jaga baik-baik yah. Jangan mengecewakan aku dan wanita pilihan ayah dahulu ”
... aku terbangun dari mimpi itu. setelah wudhu tadi, aku tertidur di selasar mesjid. duh.. ayah mungkin aku terlalu lelah  memikirkanmu.