Si Baso yang malang nasibnya

          Di sebuah desa di tengah hutan yang sangat lebat, hiduplah sepasang suami istri. Mereka hidup dalam keserhanaan. Sang suami bekerja sebagai kusir untuk mengantar raja-raja menuju kota. Sedangkan istrinya hanya mengurus rumah.
    Memasuki tahun ke sepuluh pernikahan mereka, sang suami mulai mempertanyakan mengapa sang istri tak kunjung hamil. 
“sabar ya” hanya itu yang selalu keluar dari mulut sang istri
Setelah memasuki tahun ke 15 pernikahan mereka, sang suami mengajak istrinya untuk ke desa seberang.
“Dengar-dengar di sana ada dukun yang hebat, yang mampu mengabulkan segala permintaan”
“tidak usah, lagian tidak baik menemui dukun. Nyebut!”
“pokoknya harus” lalu ditariknya tangan istrinya untuk menaiki delman miliknya.
      Setelah sampai di rumah si dukun, sang suami pun mengutarakan semua keluhan.
“gampang, tapi ada syaratnya” kata si dukun sambil terus memperlihatkan giginya yang omponng dan menakutkan.
“jika nanti anakmu seorang laki-laki, maka kawinkan aku dengannya ketika sudah berumur 17 tahun. Jika perempuan maka ambillah”
“bagaimana suamiku? Aku tidak mampu menyanggupinya” bisik sang istri
“tidak mengapa istriku, itu urusan belakang, yang jelas kita punya anak”
Sang suami pun mengiyakan syarat yang diajukan si dukun.
          Setelah sembilan bulan mengandung, tibalah waktunya sang istri melahirkan. Rasa bahagia bercampur khawatir, khawatir jika anak yang ia akan lahirkan adalah laki-laki. Wal hasil, anaknya sungguh seorang anak laki-laki. menangislah sang ibu, mengkhawatirkan nasib anaknya.
        Sang anak diberinya nama Baso. Ia pun tumbuh dengan cepat. Di umur 2 tahun nampak sekali bahwa esok dia akan menjadi laki-laki yang kegantengannya akan membuat banyak perempuan tertarik.
          Beberapa tahun kemudian, diumur 10 tahun, nampak ada hal aneh pada diri si Baso, ia berbeda dengan anak lelaki kebanyakan. Ia senang memainkan mainan anak perempuan, senang membantu ibunya di dapur dan cara berjalanannya mirip dengan perempuan. Setahun kemudia si Baso pun memutuskan untuk memakai pakaian perempuan. Jika sedikit saja ditegur oleh orang tuanya maka ia enggan untuk makan. Akhirnya sang ayah dan ibu menerima bahwa anaknya ternyata wadam alias hawa adam...
        Tibalah waktunya si dukun datang kerumah sepasang suami istri tersebut. Dengan gemetar, sang ibu mengatakan kalau anaknya adalah seorang lelaki.
“hahaha... kalau begitu tentukan hari pernikahan kami”
“tapi suamiku masih ada di kota. Bagaimana kalau kita menunggunya dulu?”
“ah... kamu itu banyak alasan, mana anakmu? Aku ingin melihat calon suamiku” kata si dukun sambil terus berjalan untuk membuka tirai kamar Baso
Dilihatnya baso di depan cermin yang sedang asyik menguncir rambut panjangnya.
“ini anakmu? Berbadan lelaki tetapi tingkahnya seperti perempuan?” marah sang dukun
“iyah, anakku tumbuh seperti perempuan” jawab sang ibu dengan keringat yang bercucuran karena takut.
“kalau begitu batalkan semuanya aku tidak sudih menikah dengan lelaki aneh seperti anakmu”
Mendengar ucapan si dukun, sang ibu menangis ia membayangkan betapa buruk anaknya kelak.
“Dukun sejelek itu pun tidak ingin menikah dengan anakku, bagaimana dengan wanita cantik nan ayu? Pasti melirik anak lelakiku saja tidak akan sudih” terpekur ke tanah.
       Sang suami pun pulang dari kota, didapatinya sang istri menangis tersedu-sedu di dalam kamar. Sang suami mendekati istrinya,
“ada apa gerangan engkau menangis istriku?”
“aku menangis karena anak kita tumbuh seperti perempuan. Andai saja kemarin kita tidak meminta anak pada dukun jelek itu, tidak mungkin anak kita seperti sekarang ini”
“maafkan aku istriku, mungkin inilah balasan atas pelanggaranku pada perintah yang maha kuasa. (Selangkah kaki pun menuju rumah dukun, Tuhan tidak akan meridhoinya...)”
“iya, suamiku. Semoga ini pelajaran agar tidak mengandalkan kekuatan selain Tuhan”
          Selesai...