Rindu itu empedu


Berdalih rindu yang tak pernah bertemu tuannya aku ingin memeluk cakrawala agar kurasai dirinya ada dalam pelukanku. Yang kutahu bahwa rindu itu menyakitkan. Merubah siang menjadi malam gelap tak berbintang, merubah senyum jadi tangis, merubah manis menjadi empedu. Tidak ada yang nyaman.
Suara tangis bayi itu seakan merobek jantungku tiap rindu dengannya. Ah... apakah ini bertanda bahwa aku belum bisa menerima kejadian 21 tahun yang lalu. Saat aku merengek meminta ia kembali. Mungkin saja.
Rindu itu menghujam tepat di dadaku.  datang tia-tiba dan sesekali menamparku agar sedikit sadar bahwa rindu ingin di hargai juga. Tapi maaf rindu, engkau tak begitu nyaman untuk dijadikan teman apalagi  sahabat.
Suatu saat aku yakin bisa merasakanmu dari balik sisi yang berbeda.
Tapi tahu tidak kalau hatiku merindui tiga orang manusia. yang pertama, seorang manusia yang mustahil bersamaku, ke dua yang sedang bersamaku dan ke tiga manusia yang akan bersamaku. Tapi sayang, mereka tidak tahu jika aku merinduinya. padahal rinduku istimewa.
Sudahlah rindu, kamu yang lunak jangan selalu berontak. itu tidak baik untuk kesehatanmu. Jika Tuhan berkendak maka kamu akan bermuara. Jika memang bukan sekarang, pasti ada lain waktu. Rindu maafkan aku, sebaiknya kamu kukubur saja agar tidak merasai lagi kekecewaan akibat tak terbalaskan.
***
Sembari menyembuhkan luka kemarin, kita berjalan melewati pelataran bunga kamboja. Ia hilang ditelan cinta. kemanakah dirinya? Apakah benar bahwa ketukannya kemarin menjadi dendam hari ini. Aku berteriak namun sadarku memerintahkan untuk mengambil cermin lalu berkaca.
“kenapa harus marah?” tanya cermin
“aku tak suka diperlakukan seperti ini”
“apakah kamu tidak melakukan hal serupa di hari yang lalu kepada orang yang pernah mengetuk pintu”
Kupecahkan cermin itu lalu menyeru namanya.
Hilang, ia hilang ditelan bumi, aku sendiri mengais bahagia di tengah gurun pasir yang panas. Apa yang harus kulakukan mama? Aku benci dengan senyum dan baik yang ia berikan sebelum membukakan pintu. Tapi sekarang, haruskah aku marah atau menerima saja takdir Tuhan. Alangkah buruk perangaiku.
Rindu, hilang, tolong jangan datang padaku. Aku sangat sakit lebih dari tersayat pedang. Tolong menjauh dariku dan berilah aku sedikit belas kasihanmu.
Telah kukuburkan nama-nama manusia yang membuatku menangis sesekali tertawa bak orang gila. Aku ingin mereka menjadi sebuah nama saja tidak lebih dari itu.
Tuhan...
Yang aku tahu, engkau maha penyayang dan yang kupahami engkau memaafka manusia yang selalu ingin memahamimu. Dalam renungan ini, kusaksikan engkau yang maha luar biasa mengajarkan manusia atas kesalahannya.
Tuhan, tolong rindu dan hilang itu di tegur agar tidak menyakitiku sampai aku telah terbaring di bawah gundukan tanah. Aku bahagia berjalan menujumu dengan kaki terseret dan luka-luka yang menganga tak berkasih.
Ketika esok manusia sepertiku tak pernah dianggab dekat dengan pemberi hidup, maka cukuplah pemberi hidup yang tahu akan diriku.
Apa yang kau berikan melalui nada-nada sumbang bisa kupahami walau penuh gerangan.
Selama ini yang kupahami engkau akan memberi bahagia diujung usaha manusia.
Tuhan...
Rinduku teramat menyakitkan dan hilang sebagai pelengkapnya...
Malam ini, di balik jendela berwarna hijau yang sudah kusam aku meminta agar rindu ini terbang berserakan lalu hilang di luar sana. Di malam yang gelap tak berbintang.